Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin A Tumpa mengatakan akan segera menarik kembali surat keputusan pengangkatan hakim pengadilan tindak pidana korupsi di tingkat pertama dan banding yang sudah ditandatanganinya. "Saya sudah menarik semua SK itu," ujarnya usai melantik enam Ketua Muda di Gedung MA, Jumat (17/4).
Harifin mengatakan dengan penarikan SK tersebut, komposisi hakim karier yang sudah dipilih MA masih bisa berubah. "Kalau banyak masukan yang sifatnya signifikan, misalnya ada hakim yang pernah bermasalah tentu kita akan perhatikan," ujarnya. Namun, ia menolak penarikan kembali SK ini karena desakan dari masyarakat. "Kita baru baca Undang-Undangnya," ujar Harifin lagi. Sayangnya, ia tak menjelaskan ketentuan apa yang baru dibacanya.
Sekedar mengingatkan, pengangkatan hakim tipikor itu diambil dari hakim karier yang mengikuti pelatihan tindak pidana korupsi yang diselenggarakan MA. Dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, ada 12 hakim yang dinyatakan lulus pelatihan. Namun, hanya 9 hakim yang terpilih dan sempat memperoleh SK. Sedangkan di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, 9 hakim dinyatakan telah lulus pelatihan. Dengan pernyataan Harifin ini, berarti seluruh SK yang dikeluarkan baik untuk hakim PN maupun PT telah ditarik kembali.
Polemik seputar pengangkatan hakim tipikor oleh MA ini memang sempat menghangat. Indonesia Corruption Watch (ICW) bahkan pernah berjanji akan mensomasi Ketua MA. Wakil Koordinator ICW Emerson Yuntho menyatakan proses seleksi hakim tipikor tidak sesuai dengan penjelasan Pasal 56 ayat (4) UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).
Penjelasan Pasal 56 ayat (4) UU KPK itu menyebutkan 'Berdasarkan ketentuan ini maka pemilihan calon hakim yang akan ditetapkan dan yang akan diusulkan kepada Presiden Republik Indonesia untuk menjadi hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, dilakukan secara transparan dan partisipatif. Pengumuman dapat dilakukan baik melalui media cetak maupun elektronik guna mendapat masukan dan tanggapan masyarakat terhadap calon hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tersebut'.
Bila merujuk pada ketentuan ini, Ketua MA dinilai telah mengabaikan kewajiban sebagaimana diatur dalam UU. "Sampai saat ini, ICW tidak pernah menemukan pengumuman resmi dari Ketua MA seperti yang diwajibkan oleh Pasal 56 UU KPK diatas," tulis Emerson dalam siaran persnya beberapa waktu lalu. Mekanisme penjaringan di PN Pusat yang tadinya ada 12 hakim menjadi 9 hakim yang diangkat pun dinilai tertutup.
"Dengan tidak dilakukannya proses pengumuman dan membuka ruang bagi publik untuk memberikan masukan, maka dapat diartikan bahwa proses seleksi dan juga pengangkatan sembilan hakim agung yang dilakukan oleh Ketua MA adalah cacat hukum sehingga harus dibatalkan," tegasnya lagi.
Harifin memang telah 'mengalah' dengan menarik kembali SK yang sudah dikeluarkannya. Namun, ia menolak bila proses pemilihan hakim tipikor dianggap kurang transparan. "Ini kan sebenarnya sudah masuk di website (MA)," ujarnya.
Salah seorang hakim yang sempat memperoleh SK mengaku tak masalah bila SK yang sudah ditangannya ditarik kembali. "Ditarik kembali lebih baik biar tak menimbulkan masalah," ujarnya. Lagipula, lanjut sumber hukumonline tersebut, dalam SK itu terdapat klausul SK bisa ditarik kembali. "Salah satu klausulnya, SK sewaktu-waktu bisa diperbaiki bila kemudian ditemukan ada kekeliruan," tuturnya. Klausul semacam itu memang lazim ditemukan dalam setiap SK.
Sumber tersebut sudah mendengar kabar penarikan kembali SK itu dua hari yang lalu. Ia mendengar prosedur pemilihan akan diperbaiki dengan mengakomodir partisipasi publik. Setelah diumumkan, maka prosedur selanjutnya menerima sanggahan dari masyarakat. Kemudian, MA menetapkan nama-nama hakim yang terpilih.
Simpang-siur jumlah hakim
Sementara itu, informasi jumlah hakim yang sudah menerima SK pun masih simpang-siur. Di PN Jakarta Pusat telah ditetapkan ada sembilan hakim yang menerima SK dari 12 hakim yang lulus pelatihan. Mereka adalah Panusunan Harahap, Tjokorda Rai Suamba, FX Sujiwo, Reno Listowo, Syafruddin Umar, Herdin Agusten, Jupriadi, Nani Indrawati dan Subachran. Namun, di PT DKI Jakarta belum ada kejelasan siapa saja yang telah menerima SK.
Hakim yang Telah Mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Tipikor dan Lulus Uji Seleksi Hakim Tipikor
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan:
1. Panusunan Harahap
2. FX. Jiwo Santoso
3. Reno Listowo
4. Nani Indrawati
5. Subachran Hardi Mulyono
6. Jupriyadi
7. Tjokorda Rai Suamba
8. Herdi Agusten
9. H Syarifuddin
10.Makkasau
11.Sugeng Riyono
12.Maryana
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta:
1. Roosdarmani Soetomo
2. Jurnalis Amrad
3. Andi Samsan Nganro
4. Haryanto
5. Abdul Kadir
6. Celine Rumansi
7. Parwoto Wignyo Sumarno
8. Untung Haryadi
9. I Putu Widnya
Sumber: mahkamahagung.go.id
Salah seorang hakim tinggi tipikor di PT DKI Jakarta As'adi Al Ma'ruf menyebut ada sekitar enam nama yang telah memperoleh SK. Mereka adalah Roosdarmani Soetomo, Andi Samsan, Haryanto, Abdul Kadir, Celine Rumansi, dan I Putu Widnya. "Itu yang saya tahu," ujarnya kepada hukumonline. Namun, lanjutnya, untuk lebih jelas ia menyarankan agar menanyakan ke Humas PT DKI Jakarta.
Sayangnya, Humas PT DKI Jakarta Madya Suhardja ketika dihubungi sedang tak memegang data para hakim yang telah mendapat SK itu. Meski begitu, ia menegaskan tidak semua dari sembilan nama itu yang memperoleh SK. "Setengahnya pun tak ada," pungkasnya.