Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Cuplikcom/Nabila Ebivalia)
Cuplikcom-Jakarta-Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut menolak gagasan perubahan amandemen UUD 1945 terkait perubahan jabatan presiden 3 periode. Namun, wacana amandemen kini merembet ke isu perpanjangan masa jabatan presiden dengan mengundur pelaksanaan Pemilu 2024 menjadi 2027.
Terkait isu tersebut, Relawan Jokowi Mania (JoMan) justru mendukung perpanjangan masa jabatan presiden dengan alasan pandemi COVID-19.
"Jadi durasi jabatan presiden ditambah selama 2 sampai 3 tahun bisa jadi solusi," ujar Ketum Jokowi Mania, Immanuel Ebenezer (Noel) dalam keterangan tertulisnya, Kamis (2/9).
Noel mengaku dalam posisi menolak presiden 3 periode. Hanya saja, kata dia, dia setuju dengan perpanjangan, sebab penambahan durasi jabatan presiden berbeda dengan wacana presiden 3 periode.
"Ini beda dengan wacana presiden 3 periode yang harus via pemilu. Sementara dana pemilu bisa digunakan dulu untuk stimulan ekonomi dan sosial," sambungnya.
Noel memahami, gagasan perpanjangan masa jabatan presiden periode ini tentu memerlukan amandemen UUD 1945. Di mana perubahan konstitusi harus diusulkan minimal oleh sepertiga jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPTR) atau 237 dari 711 anggota DPR dan DPD.
Kendati demikian, menurutnya, hal ini bukan perkara sulit asalkan partai-partai setuju. Apalagi, saat ini ada 7 partai koalisi pemerintah Jokowi.
"Otomatis jika masa jabatan diperpanjang 2 atau 3 tahun maka jabatan DPR dan DPD beserta di bawahnya juga diperpanjang," kata Noel.
Noel pun memprediksi akan ada dua pasal dalam konstitusi yang berubah. Perubahan itu, kata dia, juga menyelipkan ayat perpanjangan masa jabatan presiden dalam keadaan darurat di Pasal 7.
Serta menambahkan kewenangan MPR untuk menetapkan perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden dalam kondisi darurat.
"Realitanya kan memang ada kondisi darurat. Pandemi COVID-19 sangat mengganggu perekonomian. Pemilu membutuhkan dana yang sangat besar," kata Noel.
Rencana Amandemen UUD 1945
Amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 kembali menghangat setelah bergabungnya Partai Amanat Nasional (PAN) ke koalisi pemerintah. Isu makin melebar adanya pembahasan mengubah masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
Sebenarnya, amendemen UUD 1945 merupakan rekomendasi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 2014-2019. Mereka menjanjikan sifatnya terbatas hanya membahas pokok-pokok haluan negara (PPHN).
Akan tetapi, hal itu meredup setelah banyak penolakan, terlebih adanya isu masa jabatan presiden akan ditambah. Kini, hal tersebut muncul kembali.
Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan bahwa secara konstitusi, UUD 1945 bisa diubah. Ini mengacu pada pasal 37.
“Ini karena konstitusi negara beda dengan kitab suci yang tidak bisa diubah,” katanya melalui diskusi virtual, Kamis (2/9/2021).
Pasal 37 UUD 1945 memaparkan mekanisme perubahan konstitusi. Anggota MPR yang terdiri atas anggota DPR dan DPR mengusulkan agenda amendemen.
Pengajuan perubahan pasal-pasal baru dapat dijadwalkan apabila dilakukan minimal 1/3 dari jumlah anggota MPR.
Untuk mengubah pasal-pasal, sidang harus dihadiri 2/3 dari jumlah anggota MPR. Putusannya, hanya dapat dilakukan dengan persetujuan 50 persen ditambah 1 dari seluruh anggota MPR.
Kekuatan Parpol Pendukung
Bergabungnya PAN ke koalisi parpol pendukung Jokowi, maka menggenapkan kekuatan partai pendukung pemerintah menjadi 471 kursi atau 82 persen di DPR.
Sedangkan, PKS dan Demokrat hanya memiliki kekuatan 104 kursi atau 18 persen meski Indonesia tidak mengenal istilah oposisi dalam sistem ketatanegaraannya yang presidensil.
Partai pendukung pemerintah: PDI Perjuangan, Gerindra, Golkar, Nasdem, PKB, PAN, dan PPP menguasai 471 dari 575 kursi di DPR setelah ditambah 44 kursi dari PAN. Sebelumnya, kekuatan parpol pemerintah di DPR hanya 427 kursi atau 74,2 persen sebelum PAN bergabung.
Dengan demikian, total kursi kursi milik parpol koalisi pendukung pemerintah kini sebanyak 471, sedangkan kuorum untuk sebuah amendemen adalah 474 dari 711 anggota MPR atau dua petiga dari jumlah anggota.
Sebagai catatan, anggota MPR berjumlah 711 orang yang terdiri dari 575 anggota DPR ditambah 136 anggota DPD yang terdiri dari masing-masing empat anggota dari 34 provinsi yang ada saat ini.
Maka, dengan perhitungan itu, pemerintah tidak akan kesulitan untuk mengegolkan agenda amendeman di MPR, kalau memang punya niat.
Meski usulan amendemen tersebut belum muncul secara resmi, namun dari wacana yang ada setidaknya ada sejumlah usulan yang mengemuka.
Pertama, penambahan masa jabatan presiden dari dua kali, masing-masing lima tahun, menjadi tiga kali. Dengan demikian Presiden Jokowi berpeluang menambah masa jabatan satu perode lagi hingga 2029 dari yang seharusnya berkahir pada 2024.
Kedua, penambahan masa jabatan presiden dari lima tahun menjadi tujuh tahun, namun dibatasi hanya untuk dua periode paling lama. Dengan demikian, Presiden Jokowi berpeluang menamah masa jabatan dua tahun lagi setelah 2024 karena masa jabatan kedua menjadi tujuh tahun.
Kendati demikian, dari sejumlah kalangan, terutama purnawirawan TNI, ada pula usulan agar masa jabatan presiden dikembalikan ke UUD 1945 sebelum amendemen.
Artinya, presiden menjabat satu periode lima tahun dan dapat dipilih kembali atas persetujuan MPR seperti pada era Orde Baru.
Untuk yang terakhir ini mungkin agak berat dilakukan karena harus mengubah konstruksi ketatanegaraan dan Lembaga negara karena harus mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara