Presiden RI, Joko Widodo (Cuplikcom/Fanny)
Cuplikcom-Jakarta-Proyek Kereta Cepat Jakarta - Bandung sedang menjadi sorotan karena permasalahan pembengkakan biaya. Namun proyek yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) di bawah pemerintahan Presiden Jokowi ini terus digeber pengerjaannya hingga ditargetkan pengoperasian pada September 2022.
Proyek Molor Membuat Biaya Membengkak
Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo mengatakan biaya pembangunan proyek ini senilai US$ 6,07 miliar seperti yang ditetapkan pada 2016 silam. Dengan konsesi selama 50 tahun dan dapat diperpanjang.
Namun karena proyek ini molor, pada kajian Januari 2021 ada pembengkakan biaya senilai US$ 2,28 miliar, yang disebabkan keterlambatan penyerahan lahan untuk proyek tersebut. Sehingga berdampak pada pembengkakan biaya.
"September 2020 sudah ada indikasi cost overrun terkait keterlambatan daripada project ini," kata Didiek dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (1/9/2021).
Cost overrun ini masih dibahas oleh PT Kereta Cepat Indonesia China, terkait besaran pasti pembengkakan nilai proyek.
"Jadi cost over run masih digodok dari internal Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) dan sponsor saat ini sedang dalam tahap akhir mungkin besaran nilai dari cost over run selesai pada bulan Oktober," Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko WIKA Ade Wahyu, dalam Public Expose Live, Rabu (8/9/2021).
Progres Pembangunan Sudah 74%
Proyek kereta cepat Jakarta - Bandung terus dikebut, hingga minggu pertama Juni 2021, progres pembangunan sudah mencapai 74%. PT Kereta Cepat Indonesia China optimis bisa melakukan uji pertama kali pada September hingga November 2022.
Kepemilikan Indonesia dalam Proyek Kereta Cepat Masih Tetap
Untuk diketahui kepemilikan Indonesia didapat melalui konsorsium BUMN bernama PT Pilar Sinergi BUMN (PSBI), sebesar 60% dan kepemilikan China berasal dari Beijing Yawan dengan porsi 40%.
PT PSBI terdiri dari PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) sebesar 38% sebagai pemilik terbesar di perusahaan ini, sisanya dimiliki oleh PT Kereta Api (Persero) 25%, PT Perkebunan Nusantara VII 25%, dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR) sebesar 12%.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko WIKA Ade Wahyu mengatakan shareholder dalam PT PBSI masih sama. Tapi akan dilakukan perubahan dimana PT WIKA yang saat ini menjadi pemimpin konsorsium akan digantikan oleh PT KAI.
"Dulu WIKA lead dari konsorsium ini nanti mungkin akan berubah ke PT KAI, nanti KAI juga akan mendapat PMN dalam pemenuhan base equity. Proses ini sedang digodok di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, dan Setneg," jelasnya.
Kereta Cepat Butuh PMN
Untuk menutupi biaya yang membengkak tersebut, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah mengajukan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mendapatkan penyertaan modal negara (PMN) di tahun ini dan tahun depan.
Komisi VI DPR RI juga sudah menyetujui penambahan PMN ke beberapa perusahaan BUMN, yang salah satunya untuk PT KAI dalam proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) senilai Rp 4,1 triliun.