Foto: Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim (Cuplikcom/Fitriyah)
Cuplikcom-Jakarta-Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim mengatakan, pihaknya tidak pernah mendukung seks bebas atau zina.
“Kami tegaskan kembali bahwa Kemendikbudristek tidak pernah mendukung seks bebas atau zina. Tidak ada indikasi apapun. Tuduhan mendukung seks bebas terjadi karena frase yang diambil di luar konteks,” ujar Nadiem pada peluncuran Merdeka Belajar Episode Empat Belas: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual di Jakarta, Jumat.
Dia menambahkan salah satu tujuan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan Perguruan Tinggi (Permendikbudristek PPKS) adalah menghadirkan pendidikan yang aman dan nyaman bagi warga kampus.
“Fokus dari Permendikbudristek PPKS tersebut untuk menyerang pandemi kekerasan seksual yang ada di kampus,” tambah dia.
Dengan demikian, lanjut dia, bukan berarti frasa dengan persetujuan diterapkan di luar konteks kekerasan seksual. Nadiem mengatakan, pihaknya akan sowan ke sejumlah pihak untuk menyamakan persepsi mengenai hal itu.
Penyusunan Permendikbudristek tersebut, kata dia, termasuk yang terlama karena membutuhkan waktu 1,5 tahun dan lebih dari 20 sesi diskusi, uji publik, harmonisasi dengan melibatkan banyak pihak.
Kemendikbudristek meminta kampus untuk mempersiapkan Satgas PPKS dalam waktu dekat. Jika ada pelanggaran pada masa tenggang, maka bisa diakses melalui platform Lapor.
Permendikbudristek bertujuan memenuhi hak setiap warga atas pendidikan yang aman. Selanjutnya, Permendikbudristek itu bertujuan untuk melakukan penanggulangan kekerasan seksual dengan pendekatan inkonstitusional dan berkelanjutan.
Hal itu dikarenakan subtansi Permendikudristek itu memberikan kepastian hukum bagi pemimpin perguruan tinggi untuk mengambil langkah tegas.
Nadiem menambahkan saat ini belum ada payung hukum yang jelas bagi kasus kekerasan seksual yang terjadi di kampus. Sehingga kadang kala, pemimpin perguruan tinggi kesulitan mengambil langkah tegas.