Gus Farid saat dijenguk pihak aparat (Cuplikcom/ist)
Cuplikcom - Indramayu - Pembacokan terhadap pengasuh Pondok Pesantren An Nur, Krangkeng, Indramayu, yakni KH Farid Ashr Waddahr alias Gus Farid akhirnya motifnya terungkap, pelaku diduga akibat berbeda paham terkait aktivitas keagamaan, sehingga pelaku cenderung dianggap beraliran paham radikal.
GP Ansor Indramayu mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas hingga ke akar-akarnya terkait perbedaan faham agama tersebut, pasalnya peristiwa tersebut sudah dianggap sebagai aksi terorisme yang berlatarkan paham radikalisme. Hal itu berdasarkan pengungkapan oleh Polda Jabar.
Ketua PC GP Ansor Kabupaten Indramayu, Edi Fauzi, memberikan apresiasi setinggi-tingginya atas kinerja kepolisian.
"Kami memberikan apresiasi terhadap kepolisian atas sigapnya melakukan pengungkapan," ungkap Edi Fauzi pada Jum'at (11/3/2022).
Meski begitu ia meminta kepada pihak kepolisian agar jangan hanya berhenti pada pengungkapan kejadian pembacokan saja. Sebab hal ini bisa terulang lagi jika tidak diusut sampai ke akar-akarnya.
Edi menilai pembacokan merupakan imbas saja. Sebab hulu dari peristiwa tersebut adalah paham-paham yang memiliki potensi kekerasan dan terorisme.
"Apalagi kita juga mengetahui bersama, pada tahun 2017 kita dikejutkan oleh terduga pelaku terorisme yang berasal dari Krangkeng, Indramayu," jelas Edi.
Menurutnya meski Indramayu tergolong daerah yang cenderung aman, namun jika tidak diantisipasi sejak ini, maka tindakan kekerasan yang serupa atau mungkin lebih parah akan terjadi di masa yang akan datang.
Selain meminta pihak kepolisian untuk mengusut hingga ke akar-akarnya, Edi juga menginstruksikan kepada kader-kader Ansor untuk mengampanyekan budaya toleransi dan moderasi agama.
"Kampanye moderasi agama, toleransi, dan kebhinnekaan mesti terus kita suarakan," ajaknya
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Ibrahim Tompo, mengungkapkan berdasarkan hasil pemeriksaan saksi yang merupakan warga sekitar kejadian, pelaku memiliki paham yang berbeda dengan korban.
Sehingga, menurut Ibrahim, perbedaan paham inilah yang membuat pelaku merasa terganggu dengan aktivitas keagamaan yang dilakukan korban. Sehingga timbulah kejadian pembacokan.