"Meski bergelut di bidang yang berbeda, namun keilmuan kami saling terkait. Saya mempelajari hidrodinamika dan pengaruhnya termasuk salah satunya terhadap produk industri, pak Budi tentang industrinya itu sendiri, dan penyelesaiannya menggunakan metode statistika oleh pak Nyoman," kata Eko yang juga Pembantu Rektor IV ITS itu, Rabu.
Bidang keilmuan Prof Budisantosa adalah bidang teknik industri, sedang Prof Eko di bidang hidrodinamika kelautan, dan Prof Nyoman di bidang ilmu statistika matematika.
Menurut Prof Eko yang kelahiran Magelang pada 26 Desember 1958 itu, bidang ilmu yang didalaminya itu berkaitan erat dengan permasalahan dinamika air laut, mulai dari arus, pasang surut, gelombang, sampai pergerakan massa air dalam volume besar dari satu lautan ke lautan yang lain.
"Indonesia itu termasuk jalur perlintasan arus, bahkan ada fenomena Indonesian through flow, yaitu pergerakan air laut dari Pasifik ke lautan Hindia," kata profesor laut yang suami dari pelukis kenamaan, Nataliniwidhiasi.
Ilmu hidrodinamika ini diperlukan untuk melihat dan memperhitungkan dampak pergerakan air laut ini terhadap produk-produk rekayasa, seperti kapal, anjungan migas, bangunan pelabuhan, dan bangunan penahan gelombang.
"Banyak kecelakaan kapal yang salah satunya juga terjadi akibat dinamika air laut, apalagi, saat ini sangat susah diprediksikan secara tepat fenomena alam yang akan terjadi. BMG selama ini hanya memberi warning (peringatan) jangan melaut ada gelombang tinggi 4-6 meter selama 4 hari, tapi apakah itu tepat," kata dosen di jurusan Teknik Kelautan itu.
Sementara itu, Prof Nyoman membuat software metode statistika yang diberi nama Spline Polinomial Truncated yang dapat mendukung ilmu hidrodinamika.
Pria kelahiran Gianyar pada 3 Juni 1965 itu mengatakan perhitungan statistik menggunakan spline itu memang memiliki keunggulan dibandingkan metode statistik yang lain.
"Spline dapat digunakan memperkirakan kejadian-kejadian abnormal. Beberapa tahun lalu, kita masih dapat dengan mudah memprediksi kapan musim hujan dan musim kemarau tiba dengan metode statistik biasa, tapi perkiraan itu sudah tidak bisa diterapkan lagi," katanya.
Persoalan impor beras hingga penetapan parameter sehat balita dalam kartu KMS (Katur Menuju Sehat) pun dapat diatasi dengan menggunakan metode itu.
"Anak Indonesia rata-rata di bawah parameter sehat yang ada pada KMS, padahal si anak ini sehat. Itu terjadi karena data yang digunakan membuat parameter sehat dalam kartu adalah data balita Amerika. Dari posturnya saja jelas beda dengan anak Indonesia. Ini jawabannya mengapa balita Indonesia kebanyakan berada di bawah parameter sehat," katanya.