Dua bulan lalu, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak permohonan Fadjroel Rahman cs agar calon presiden independen dapat berkiprah pada Pemilu 2009. Dalam putusan itu, MK menyatakan capres independen dinyatakan inkonstitusional. Pasalnya, ketentuan konstitusi menegaskan pengajuan capres harus melalui partai politik atau gabungan partai politik. MK menyarankan agar perjuangan mewujudkan capres independen di Indonesia harus melalui amandemen UUD 1945.
Meski MK telah menyatakan seperti itu. Namun, masih saja ada orang yang kembali memperjuangkan capres independen melalui pengujian UU No 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden (UU Pilpres) ke MK. Cara yang sama dengan apa yang ditempuh oleh Fadjroel cs. Pemohon adalah seorang warga negara bernama Sri Sudarjo. Pria asal Nusa Tenggara Barat (NTB) menguji Pasal 1 ayat (2), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 14 ayat (2).
Presiden Dewan Nasional Komite Pemerintahan Rakyat Independen ini mempersoalkan Pasal 8 yang menyatakan 'Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden diusulkan dalam 1 (satu) pasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik'. Menurutnya, pengajuan capres dan cawapres tak harus melalui parpol. Rakyat seharusnya diberi kesempatan yang sama.
Sudarjo sepertinya menyadari permohonan memperjuangkan capres independen ini bisa terganjal dengan ketentuan Pasal 6A ayat UUD 1945. Pasal itu berbunyi 'Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum'. Karenanya, ia meminta agar MK memberi tafsir ulang terhadap ketentuan tersebut.
"Pasal 6A ayat (2) UUD'45 merupakan pokok pikiran, landasan roh yang tidak bisa berdiri sendiri dan merupakan satu kesatuan yang utuh dengan pasal dan ayat lainnya UUD 1945 serta tidak terlahir berdasarkan semangat privat layaknya coorporate (perusahaan) swasta nasional maupun asing," ujar Sudarjo di ruang sidang MK, kemarin, Rabu (22/4). Menurutnya, Pasal 6A ayat (2) itu merupakan saran partisipasi politik rakyat. Sehingga pengajuan capres independen semestinya tak bisa dipertentangkan dengan pasal ini.
Selain itu, Sudarjo juga mempersoalkan ketentuan Pasal 9 yang memuat syarat pengajuan capres. Pasal itu berbunyi "Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh prosen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat atau memperoleh 25% (dua puluh prosen) dari suara sah nasional dalam pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden".
Hakim Konstitusi Achmad Sodiki mengingatkan pemohon bahwa sebagian pasal yang diajukannya itu sudah pernah diuji di MK. "MK pernah memutus capres independen (Pasal 8,-red) dan Pasal 9," tuturnya. Pengujian Pasal 9 yang memuat syarat dukungan mengajukan capres bagi parpol memang pernah diajukan oleh sejumlah parpol. Sama seperti perkara capres independen, permohonan tersebut ditolak MK.
Sementara itu, Ketua Panel Hakim Konstitusi Harjono mempertanyakan legal standing atau kedudukan hukum pemohon. Ia mempertanyakan yang menjadi pemohon itu sebenarnya Sudarjo atau Dewan Nasional Komite Pemerintahan Rakyat Independen. "Pemohonnya perorangan atau badan hukum?" tanyanya. Bila pemohonnya adalah badan hukum, menurutnya permohonan ini kurang tepat. "Apa bisa badan hukum menjadi presiden?" tuturnya lagi.
Permohonan Sudarjo ini memang masih dianggap kurang lengkap. Ia hanya menyebutkan pasal-pasal yang diuji itu bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (3), Pasal 28E ayat (3), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (2), Pasal 28I ayat (5) dan Pasal 28J ayat (1) UUD 1945. Ia tak menjelaskan secara rinci pasal yang mana dalam UU Pilpres yang bertentangan dengan Pasal dalam UUD 1945 itu. Hal ini yang menjadi kritikan Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan.
Sudarjo dinilai kurang fokus dalam menyusun permohonan. "Struktur permohonan harus sesuai standar. Jangan hanya modal semangat. Setiap permohonan akan dimuat di website MK dan dibaca seluruh dunia," ujar Maruarar. Sudarjo merespon dengan janji akan memperbaiki struktur permohonan pada sidang berikutnya.