Elektabilitas Partai Ummat (Istimewa)
Oleh: Nandang Sutisna (Ketua Litbang DPP Partai Ummat)
Dalam satu bulan terakhir terdapat beberapa survei yang dilakukan oleh beberapa lembaga yang menunjukan hasil yang tidak menggembirakan bagi Partai Ummat. Survei Indonesia Political Opinion (11 Maret) menunjukan elektabilitas Partai Ummat meraih 0,1%, survei SMRC (11 Maret) 0,1%, Populi Center (13 Maret) 0,2%, LKSP (16 Maret) dibawah 0,7%, Puspol (22 Maret) 0,1% dan survei Indikator (27 Maret) 0,3%. Dari sampel survei tersebut, terlihat konsistensi raihan elektabilitas Partai Ummat yang berada di angka nol koma. Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah kita percaya dengan hasil survei tersebut?
Sebelum menjawab, kita harus melihat dulu konsistensi elektabilitas partai lain yang ada di papan atas atau tengah. Hasilnya menunjukan perbedaan yang signifikan bahkan bisa mencapai selisih hampir 6%, seperti elektabilitas Partai Gerindra yang menurut LKSP memiliki elektabilitas 8,2% dan menurut SMRC 14,1%, yang artinya terjadi selisih 5,9%. Demikian pula untuk urutan elektabilitas partai yang sementara hanya PDIP yang konsisten meraih posisi puncak, namun untuk urutan berikutnya posisinya berbeda-beda.
Berdasarkan analisis dari beberapa survei elektabilitas partai dengan sampel yang dilakukan di Bulan Maret 2023 terlihat bahwa terdapat hasil survei yang tidak konsisten. Terlepas dari apakah survei tersebut merupakan survei bayaran dan justru ditujukan untuk menggiring opini publik yang hanya menguntungkan partai besar pemilik modal, secara hasil juga tidak bisa dijadikan patokan.
Survei politik sebagai bagian dari penerapan ilmu statistik dalam ilmu sosial juga bisa dimanipulasi secara ilmiah sebagaimana dijelaskan dalam Buku Darrell Huff yang berjudul How to Lie With Statistics, dimana ilmu statistik bisa dijadikan alat untuk propaganda dan bahkan untuk tujuan kebohongan. Karena itu, kita tidak perlu merespon hasil survei tersebut secara berlebihan, terlebih membuat kita menjadi pesimis dengan Partai Ummat.
Survei politik dengan jumlah partai yang banyak berpotensi memiliki tingkat bias yang tinggi, terutama untuk partai papan bawah yang nilainya lebih rendah dari margin of error. Terlebih survei elektabilitas sering nilainya jauh lebih rendah dibandingkan hasil pemilu. Survei Litbang Kompas sekitar sebulan sebelum masa tenang pada Pemilu 2019 menunjukkan hasil yang sangat jauh berbeda dengan hasil KPU: PDIP (KPU 19,33%; Kompas 26,9%), Gerindra (KPU 12,57%; Kompas: 17,0%), Golkar (KPU 12,31%; Kompas: 9,4%), PKB (KPU 9,69%; Kompas: 6,8%), Nasdem (KPU 9,05%; Kompas: 2,6%), PKS (KPU 8,21%; Kompas: 4,5%), Demokrat (KPU 7,77%; Kompas: 4,6%), PAN (6,84%; Kompas: 2,9%) dan PPP (KPU 4,52%; Kompas: 2,7%). Perbedaan elektabilitas survei litbang kompas dengan hasil KPU bahkan hampir 350% untuk Partai Nasdem.
Dalam banyak survei yang dilakukan sesaat setelah Partai Ummat berdiri, terdapat beberapa survei yang menunjukan tingginya elektabilitas Partai Ummat, diantaranya survei Polmatrix (April 2021) yang menunjukan elektabilitas Partai Ummat 1,3% dan bahkan melampaui PAN 1,0%. Kemudian survei Y-Publika (26 Mei 2021) dengan nilai 1,7% dan masih diatas PAN yang hanya 1,3% dan menempatkan Partai Ummat menjadi satu-satunya partai baru yang masuk 10 besar dan berpotensi masuk senayan. Demikian pula survei PNP (31 Mei 2021) yang menunjukan Partai Ummat menempati posisi empat besar partai Islam dibawah PKS, PKB dan PAN, namun diatas PPP, Partai Gelora dan PBB. Hasil survei ini dilakukan pada Tahun 2021, ketika Partai Ummat baru berdiri dengan jumlah pengurus yang masih kecil dan publikasi yang masih terbatas. Dengan demikian, sulit membayangkan jika pada Tahun 2023 dimana Partai Ummat semakin solid, publikasi semakin luas dan kerja-kerja politik sudah dilakukan tetapi elektabilitasnya justru menurun.
Pada sisi lain, jumlah anggota Partai Ummat yang terdaftar di KPU menduduki peringkat kedua setelah Partai Golkar dengan jumlah anggota 608 ribu lebih. Dengan perhitungan sederhana, dimana asumsi setiap anggota memiliki 3 anggota keluarga yang bisa diajak untuk memilih Partai Ummat, maka jumlah pemilih Partai Ummat bisa menjadi lebih dari 2,4 juta. Dengan perkiraan jumlah pemilih Pemilu 2024 yang mencapat 200 juta pemilih, maka anggota Partai Ummat ditambah keluarga intinya bisa meraih 1,2%. Nilai ini berada pada kisaran hasil survei-survei yang dilakukan tidak jauh dari waktu deklarasi Partai Ummat. Dengan semakin solidnya organisasi dan kerja-kerja partai, maka elektabilitas Partai Ummat semestinya ikut meningkat. Terlebih dengan bergesernya partai-partai Islam dalam sikap politiknya seperti PKB, PAN, PPP dan PBB yang menjadi bagian rezim saat ini, maka pilihan pemilih partai Islam berpeluang bergeser kepada Partai Ummat. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi Partai Ummat untuk pesimis dengan raihan suara partai di Pemilu 2024. Terlebih sejarah menunjukan Partai Ummat mampu menghadapi banyak ujian berat, seperti pengembangan organisasi dengan keterbatasan sumber daya, menjadi satu-satunya partai baru yang tidak diluluskan verifikasi faktual dan serangan-serangan dari banyak pihak, tidak menyurutkan keberadaan Partai Ummat.
Sekarang saatnya semua pengurus, kader dan simpatisan partai untuk fokus dengan kerja-kerja partai agar Partai Ummat semakin banyak dikenal masyarakat. Banyak bagian masyarakat Indonesia yang mendambakan partai Islam yang bisa memperjuangkan identitas keislaman mereka yang dari waktu ke waktu mengalami diskriminasi dari negara dan merasa ditinggalkan oleh partai-partai yang selama ini mengaku sebagai partai Islam. Kita tetap fokus bekerja dan tetap yakin bahwa Partai Ummat bisa menjadi penghuni senayan dan bisa terus meningkatkan perannya untuk Indonesia yang lebih relijius dan lebih baik. (*)