Lalu lintas dan angkutan jalan kerap dipandang sebagai masalah sosial yang tak kunjung terselesaikan. Kemacetan, kualitas infrastruktur, dan keselamatan pengguna adalah beberapa aspek masalah yang muncul. Bicara dasar hukum, Republik ini telah memiliki UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU Lalu Lintas). Namun begitu, dinamika persoalan lalu lintas dan angkutan jalan ternyata terlalu besar untuk diatasi dengan undang-undang tersebut.
Menyadari hal itu, pemerintah melalui Departemen Perhubungan (Dephub) tergerak untuk merevisi UU Lalu Lintas. Niat pemerintah pun mendapat dukungan dari Polri. Dephub dan Polri adalah dua instansi yang sehari-harinya bersentuhan langsung dengan urusan lalu lintas dan angkutan jalan. Kamis (5/2), kedua instansi menyambangi Komisi V DPR merintis jalan revisi UU Lalu Lintas.
Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal mengatakan selama 16 tahun ini sudah banyak perkembangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Tidak hanya kondisi infrastruktur sekarang yang semakin kompleks, aspirasi masyarakat juga berubah. Ia melihat lalu lintas memiliki karakteristik yang menyatu dengan kehidupan masyarakat.
Menurut Jusman, akuntabilitas dalam hal pelayanan publik adalah salah satu aspirasi masyarakat yang harus direspon. Makanya, akuntabilitas diharapkan menjadi filosofi dasar UU Lalu Lintas yang baru nanti. Selain akuntabilitas, lanjut Jusman, prinsip transparansi juga harus mendasari revisi UU Lalu Lintas. Sebagai contoh, masyarakat berhak untuk memperoleh akses informasi yang akurat terhadap kebijakan-kebijakan yang direncanakan.
"Sehingga diharapkan dapat mewujudkan keselamatan, di samping mengatur kewajiban masyarakat, aparatur pemerintah juga dituntut tanggung jawabnya sebagai pelaksanaan dari akuntabilitas, terutama yang membawa konsekuensi terhadap keselamatan," paparnya.
Jusman menyiratkan banyak aspek yang harus diakomodir dalam UU Lalu Lintas yang baru. Sebagai gambaran, dari segi bab dan pasal saja, pemerintah mempersiapkan jumlah lebih banyak dari versi yang lama. Total ada 17 bab dan 190 pasal. "Artinya ada perubahan yang signifikan atas pengajuan kami (pemerintah) ini," tukasnya.
Atas RUU Lalu Lintas yang diajukan pemerintah, seluruh fraksi di Komisi V DPR bulat menyatakan setuju untuk membahasnya. Anggota Fraksi PKS Abdul Hakim mengatakan PKS siap melanjutkan proses pembahasan dengan syarat, "asal persepsi antara Polisi dan Departemen Perhubungan disamakan, serta diperlukannya penyempurnaan terhadap DIM."
Hal lain yang menurut Fraksi PKS perlu diperhatikan adalah mekanisme penegakkan hukum. Polisi, menurut Hakim, juga perlu memberikan advokasi tentang lalu lintas kepada masyarakat. Selain itu, ia berharap akses masyarakat untuk memperoleh SIM juga tidak dipersulit.
Pendidikan dini
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Condro Kirono menjelaskan keinginan pemerintah untuk merevisi UU Lalu Lintas, karena maraknya kasus kecelakaan. Condro memaparkan data statistik Polri menunjukkan sedikitnya 30 ribu per tahun korban meninggal akibat kecelakaan. "Revisi ini bertujuan untuk mengeliminir angka kecelakaan tersebut," katanya.
Menurut Condro, agar UU Lalu Lintas ini berjalan dengan baik, maka diperlukan hardware dan software yang tertata dengan baik pula. Hardware dimaksud adalah sarana angkutan dan prasarana jalan seperti fasilitas dan tata ruang jalan. Sementara, software adalah berbagai kebijakan serta regulasi terkait.
Di luar itu, Condro berpendapat tingkat kepatuhan manusia tidak bisa diubah meskipun sudah memiliki SIM. Oleh karenanya, ia sepakat tentang perlunya pendidikan lalu lintas sejak dini. "Salah satu yang harus diakomodasi dalam UU ini, yaitu dibentuknya kurikulum bagi TK dan SD dan bekerja sama dengan Departemen Pendidikan Nasional tentang etika berlalu lintas. Sehingga 10 atau 20 tahun kemudian hasilnya bisa dipetik," pungkasnya.