Hasil Survei Integritas 2008 yang baru saja dilansir Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seperti menohok Mahkamah Agung (MA). Lembaga yang dipimpin Harifin A. Tumpa itu berada di posisi terendah terkait layanan publik secara langsung. Tak hanya itu, di tingkat daerah, tiga pengadilan negeri (PN) di Jakarta pun menempati posisi buncit. Ketiganya adalah PN Jakarta Pusat, PN Jakarta Barat dan PN Jakarta Utara.
Harifin segera bertindak cepat untuk merespon survei ini. "Itu merupakan masukan bagi MA untuk mengevaluasi unit-unit kerja yang ada di bawahnya," ujar Harifin di Gedung MA, Jumat (6/2). Dikatakan Harifin, Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah memanggil para Ketua PN tersebut. Minggu depan, lanjutnya, akan diturunkan tim yang memeriksa apa yang salah dalam manajemen di masing-masing pengadilan tersebut. "Kita minta ke Ketua PT agar mengadakan pengawasan terhadap kinerja para aparatnya," tegasnya lagi.
Tak hanya fokus pada ketiga PN itu saja, MA juga akan ikut berbenah. Salah satu produk andalan yang akan diluncurkan pada waktu dekat adalah meja informasi. Meja informasi itu kelak berfungsi untuk meminimalisir kesempatan penyalahgunaan oleh pejabat pengadilan. "Insya Allah, meja informasi bisa menjawab masalah-masalah pelayanan ini," ujarnya.
Harifin mengatakan meja informasi itu memang baru akan diterapkan di MA. Setelah kelar di MA, ia berharap proyek transparansi akan menjalar pengadilan-pengadilan di bawah MA. "Kalau desk information selesai di MA, itu akan kita jadikan contoh untuk semua pengadilan di bawah," tegasnya. Selain itu, ia menegaskan meja informasi ini juga berguna untuk menampung masukan-masukan dari masyarakat.
Sekedar mengingatkan, wacana seputar meja informasi di MA ini memang bukan hal yang baru. Wacana ini sudah mengemuka sejak dicanangkannya program keterbukaan di MA. Meja informasi merupakan amanah dari SK Ketua Mahkamah Agung No. 144/KMA/SK/VII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan. Sayang, sampai Survei Integritas 2008 dilansir KPK, meja informasi itu belum bisa ditemukan di MA.
Anggota Tim Pembaruan MA, Aria Suyudi mengaku optimis meja informasi akan meningkatkan pelayanan di MA. "Itu merupakan garda terdepan dalam layanan publik," ujarnya. Meja informasi ini kabarnya akan segera beroperasi tidak dalam waktu lama lagi. "Kabarnya akhir Maret 2009 akan beroperasi," ujarnya.
Aria mengatakan meja informasi ini memiliki dua fungsi. Pertama, untuk meningkatkan pelayanan di MA. Kedua, untuk meminimalisir kontak antara orang luar dengan pegawai MA. "Meja Informasi dapat meminimalisir kesempatan untuk korupsi," ujarnya.
Selama ini, menurut pengamatan Aria, sistem pelayanan informasi di MA memang belum ada. Bila ada orang yang memiliki keperluan di MA, ia harus menemui petugas keamaan yang menjaga pintu depan. "Biasanya yang menerima satpam," ujar Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) ini. Ia juga mengaku bisa memahami hasil survei KPK. "Mungkin memang tak ada pelayanan sistemik di MA seperti harapan KPK," tambahnya.
Karena itu, menurut Aria, meja informasi akan menciptakan pelayanan informasi yang sistemik. Petugas yang mengisi pos ini pun jelas. Sesuai ketentuan SK KMA 144, untuk informasi yang berhubungan dengan perkara akan dipegang oleh Panitera. Sedangkan untuk informasi yang berhubungan dengan non perkara, maka Sekretaris MA yang akan bertanggung jawab.
Respon MA yang akan meningkatkan pelayanannya pasca survei KPK tersebut sejalan dengan harapan Zainal Abidin. Koordinator Bidang Pelayanan Masyarakat Komisi Yudisial (KY) ini berharap MA mengambil sisi positif dari survei KPK. "Ini sinyal bagus kepada peradilan untuk memberikan pelayanan yang lebih bagus," ujarnya di Gedung KY.
Zainal yakin sebagai lembaga yang arif dan bijaksana, MA akan menanggapi setiap kritikan dengan lapang dada. "Kemudian mereka akan melakukan perbaikan-perbaikan," ujarnya. Ia menjelaskan penilaian berasal dari masyarakat. "Kalau masyarakat menilai pelayanan sebuah lembaga itu bagus, berarti memang pelayanannya sudah bagus," ujarnya.
Saat ini, MA memang terus berusaha memperbaiki pelayanan publik. Tinggal menunggu penilaian masyarakat selanjutnya, sebagai tolok ukur apakah proyek transparansi itu berhasil atau tidak.