Festival dimulai dengan pelepasan anak panah dari sebuah busur oleh pejabat setempat. Anak panah yang melesat cepat itu menandai festival budaya yang telah berlangsung sejak 1989. Patut dicatat, salah satu tujuan digelarnya festival ini adalah menyalurkan hasrat berperang yang telah ada sejak ratusan tahun silam. Kini perang tetap berlanjut, namun tidak lagi diiringi tangis air mata dan pertumpahan darah.
Sementara prosesi pembukaan festival berlangsung, peserta dan penonton menunggu dengan sabar di sekeliling lapangan. Mereka, yang antara lain adalah para utusan dari daerah, menanti giliran untuk menunjukkan atraksi dengan menyanyi dan menari. Tentu, lengkap dengan berbagai atributnya, semisal pakaian kebesaran suku-suku yang mendiami Lembah Baliem. Aneka aksesori dari bulu unggas, tulang, taring dan lain-lain tampak serasi dikenakan di tubuh mereka.
Perang-perangan merupakan atraksi dominan yang ditampilkan para utusan daerah itu. Menggunakan berbagai jenis senjata, atraksi ini digelar di sebidang tanah lapang. Panah dan tombak menjadi senjata yang paling kerap digunakan. Kedua kelompok suku yang tengah beratraksi itu akan terus berperang hingga kedua pihak memutuskan untuk berdamai.
Tidak jauh dari tanah lapang tempat atraksi perang-perangan berlangsung, beberapa kelompok warga memeragakan tradisi bakar batu. Batu-batu yang dibakar ini menjadi sumber panas untuk mengukus umbi-umbian dan beberapa jenis bahan pangan lain yang ditumpuk dengan dedaunan. Konon, cara memasak makanan dengan cara seperti ini telah dilakukan nenek moyang mereka sejak ratusan bahkan ribuan tahun lalu.
Dikelilingi hutan perawan Papua, Wamena tepat berada di tengah Provinsi Papua. Untuk mencapai Wamena, hanya bisa dilakukan dengan transportasi udara. Beberapa penerbangan perintis melayani perjalanan udara itu, yang ditempuh dari Bandara Sentani Jayapura ke Bandara Wamena. Namun, kondisi cuaca yang berubah-ubah di Wamena kerap memengaruhi jadwal penerbangan.
Selain festival budaya tahunan yang menyuguhkan aneka atraksi, Wamena menyimpan banyak potensi wisata lainnya. Jika selama ini, mumi identik dengan Mesir, maka Anda tak perlu terbang jauh-jauh ke negeri di ujung utara benua Afrika itu untuk melihat mumi. Sambangi saja Wamena. Sebab, di sini terdapat setidaknya tiga mumi yang berumur ratusan tahun. Salah satunya, mumi berusia 350 tahun yang ada di Desa Kurulu.
Alam Wamena menjanjikan daya tarik tersendiri. Dataran luas yang dikelilingi perbukitan dan pegunungan tampak asri dipandang dari kejauhan. Cuaca yang terkadang sulit ditebak, justru memberikan variasi pemandangan yang sangat menarik. Semburat sinar matahari yang menerobos awan mendung tampak elok dipandang. Semuanya makin terasa elok karena didukung oleh udara yang sejuk dan segar.
Ingin mencari cenderamata sebagai buah tangan untuk teman dan kerabat? Wamena menyediakannya. Aneka cenderamata khas kota ini bisa didapatkan dengan mudah. Beberapa toko khusus cenderamata telah berdiri di pusat kota. Pasar Wamena pun menjanjikan suasana khas yang sangat sayang jika dilewatkan begitu saja. Aneka cenderamata bisa pula didapatkan di sini.
Wamena memang tak ada habisnya untuk dinikmati. Pada saat-saat sibuk, seperti ketika festival budaya digelar, Wamena berdenyut kencang. Kamar-kamar hotel terisi penuh. Tak hanya pelancong lokal, kamar-kamar hotel itu juga diisi oleh para turis asing, dari Amerika Serikat, Italia, Spanyol, Norwegia, dan Jepang. Selain untuk menghirup udara segar Wamena, mereka juga datang untuk menyaksikan Festival Budaya Lembah Baliem. Beberapa di antara mereka bahkan telah menyaksikannya untuk yang kesekian kali.