Foto: ilustrasi Bulling di Sekolah (Cuplikcom)
Oleh: Praditiyo Ikhram, S.Pd. (Wakil Koordinator Indonesia Education Watch)
Cuplikcom-Jakarta-Dalam beberapa minggu terakhir, insiden-insiden pembullyan di berbagai lembaga pendidikan, termasuk pesantren, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas, telah menjadi sorotan utama. Fenomena ini mencuat sebagai isu yang memprihatinkan. Pembullyan, yang berasal dari kata "bully", merujuk pada ancaman atau perilaku intimidatif yang dilakukan seseorang terhadap individu lain, umumnya yang dianggap lebih lemah atau rentan oleh pelaku, yang berpotensi menimbulkan gangguan psikologis pada korban. Dampaknya bisa berupa stres fisik atau mental, termasuk masalah makan, gangguan fisik, rasa takut, rendah diri, depresi, dan kecemasan.
Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah fakta bahwa pembullyan sering berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, berpotensi merusak kesehatan mental korban secara signifikan. Selain merasakan gejala yang disebutkan sebelumnya, korban juga merasa marah, malu, dan kecewa terhadap diri sendiri karena tidak mampu menghadapi situasi tersebut atau melaporkannya kepada orang dewasa karena takut dicap sebagai pengadu atau dibiarkan tanpa pertolongan.
Dari penjelasan tersebut, jelaslah bahwa pembullyan memiliki dampak serius pada anak-anak kita. Namun, seringkali anak-anak yang menjadi korban pembullyan enggan melaporkannya kepada orang dewasa karena takut dicap sebagai pengadu oleh teman-teman mereka. Meskipun pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan sekolah telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023, perlu adanya pengawasan lebih ketat dan penegakan hukum yang tegas.
Ketua Komisi X, Pak Syaiful Hooda, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap regulasi yang masih kurang memadai dalam menangani kekerasan di sekolah. Menurut beliau, regulasi saat ini menyerahkan tanggung jawab pembentukan tim penanggulangan kekerasan di sekolah sepenuhnya kepada sekolah itu sendiri. Beliau berharap agar ada perubahan yang lebih konkret, di mana kasus-kasus pembullyan tidak hanya menjadi kewenangan sekolah, tetapi juga menjadi bagian dari penegakan hukum yang lebih luas.
Dalam konteks ini, kita semua sebagai orang dewasa harus memastikan bahwa tindakan pembullyan tidak dibiarkan begitu saja. Setiap pelanggaran harus ditindaklanjuti secara tegas, tanpa memandang status sosial atau hubungan personal pelaku. Kita perlu memberikan efek jera yang cukup kuat kepada pelaku agar mereka menyadari kesalahannya dan tidak mengulangi perbuatan tersebut. Karena terkadang, sikap memaafkan yang berlebihan hanya akan memperpanjang penderitaan korban.