Ketua Umum Ikatan Wartawan Online (IWO), Dwi Cristianto (Cuplikcom/ist)
Cuplikcom - Jakarta - Organisasi Ikatan Wartawan Online (IWO), yang resmi didirikan di Jakarta pada tahun 2012, tengah menghadapi kontroversi terkait klaim kepemilikan nama dan identitas organisasi. Sebagai organisasi profesi, IWO dihadapkan pada tindakan dua orang yang mengaku sebagai pencipta 'Ikatan Wartawan Online'.
Padahal, logo dan nama IWO tidak pernah berubah dari awal pendiriannya sejak 12 tahun lalu dan selalu digunakan oleh para pengurusnya - mulai dari pengurus pusat (nasional), pengurus wilayah (provinsi) hingga pengurus daerah (kabupaten/kota).
Lebih mengejutkan lagi, dari kedua orang itu, satu orang baru bergabung dengan IWO pada tahun 2017, kemudian dipecat dan dicabut keanggotaannya dari IWO pada pertengahan 2023 yang telah dipublikasi di website PP IWO (www.iwopusat.or.id). Sementara yang lainnya, hanya mengaku-aku sebagai pengurus IWO. Meski begitu, keduanya secara sepihak dan seenak 'udelnya' mengklaim bahwa hal-hal terkait "Ikatan Wartawan Online" adalah hasil ciptaan mereka.
Klaim kedua orang tersebut lantas didukung melalui pendaftaran hak cipta pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) pada akhir tahun 2023. Kondisi ini, mengakibatkan polemik besar di kalangan para punggawa atau pengurus IWO baik di pusat maupun daerah.
Klaim "peciptaan" yang aneh bin ajaib, sangat janggal.
Dalam aksinya, salah seorang dari kedua pendaftar hak cipta atas identitas IWO - melalui entitas organisasi baru bernama Perkumpulan Wartawan Warta Online, yang notabene berdiri tanggal 5 Agustus 2024, menyatakan bahwa dirinya memiliki hak penuh atas nama dan logo "Ikatan Wartawan Online".
Klaim ini tentu menuai kritik tajam dari para pendiri, pengurus dan anggota IWO. Mereka yang yang membidani dan mengembangkan IWO, menilai tindakan tersebut sebagai pembajakan terang-terangan terhadap identitas organisasi yang telah memiliki rekam jejak panjang sejak tahun 2012.
Seorang pendiri IWO yang tidak ingin disebutkan namanya menegaskan, “Ini adalah upaya yang sangat tercela, tidak etis dan mengada-ada. Nama dan logo IWO sudah ada jauh sebelum mereka bergabung. Tindakan seperti ini tidak hanya mencoreng organisasi tetapi juga merendahkan integritas profesi wartawan di tanah air".
Dampak Klaim Hak Cipta Pada IWO
Tindakan orang yang 'mengaku-aku sebagai ketua IWO' berpotensi merusak citra dan kredibilitas organisasi profesi wartawan, yang selama lebih dari satu dekade telah berperan aktif dalam memperjuangkan kebebasan pers dan profesionalisme wartawan di Indonesia.
Meski demikian, IWO tetap tegas mempertahankan haknya atas nama dan logo yang digunakan sejak awal pendirian tahun 2012. Ketua Umum IWO, Dwi Cristianto S.H., M.Si. menekankan, pihaknya akan mengambil langkah-langkah hukum tegas untuk mengatasi klaim sepihak ini.
"Kami tidak akan diam dan tengah melakukan langkah-langkah hukum tegas. Organisasi IWO semakin berkembang dan besar, ini adalah hasil kerja keras pengurus dan anggota kami sejak 2012. Kami memiliki bukti sejarah, dokumen pendirian, dan rekam jejak organisasi IWO jelas," pungkas Dwi, yang juga salah satu pendiri IWO.
Kasus klaim atas hak cipta identitas IWO, menjadi pelajaran penting bagi organisasi pers di Indonesia. Pelajaran tentang pentingnya melindungi aset intelektual sejak awal. Pasalnya, di tengah kemajuan teknologi dan keterbukaan informasi, upaya pembajakan seperti ini semakin mudah terjadi dan perlu diantisipasi dengan langkah hukum yang tegas.
Sebagai bagian dari dunia pers, setiap wartawan dan organisasi dituntut untuk menjaga integritas dan profesionalisme. Pembajakan nama dan logo organisasi bukan hanya mencederai pihak yang dirugikan, tetapi juga mencoreng prinsip-prinsip dasar kebebasan dan kejujuran yang seharusnya dijunjung tinggi dalam profesi wartawan.
Organisasi Ikatan Wartawan Online (IWO) tetap berdiri kokoh menghadapi cobaan ini. Kondisi ini sekaligus mengingatkan kita, bahwa kebenaran tidak akan goyah oleh klaim kosong dari orang yang mengaku-aku sebagai pengurus IWO.