Oleh: Wahyu Salpana
Menjelang pergantian tahun 2009; aku, istriku, Saamih dan mba Aal pergi ke alun-alun. Meskipun masih sore, ternyata jalan menuju alun-alun sudah sangat padat dan nggak bisa dilewati kendaraan roda empat. Akhirnya kami pun putar arah.
Ketika melihat penjual terompet, Saamih langsung merengek minta dibelikan. Aku pun langsung menginjak rem dan meminggirkan mobil, parkir di sebelah penjual terompet.
Aku lantas turun dan mendekati penjual terompet itu. Istriku, Saamih dan mba Aal menunggu di dalam mobil. Ada tiga orang yang menjajakan terompet bersebelahan. Aku mendekati penjual yang sudah tua. Lalu aku melihat dan memilih terompet yang bentuk dan warnanya bagus-bagus.
Aku : “Pak, kalau terompet yang bentuknya naga ini, harganya berapa Pak?”
Penjual : “Oo, kalau yang naga harganya dua belas ribu”
Aku : “Kok mahal Pak, nggak bisa kurang? Sepuluh ribu saja ya Pak”
Penjual : “Iya deh, nggak apa-apa”
Terompet naga itu aku ambil dan aku memberikan uang pas sepuluh ribuan. Lalu aku masuk ke dalam mobil.
Aku : “Ini terompetnya..! Saamih nggak boleh nangis lagi ya..!”
Saamih : “Lho, kok yang naga sih..! Aku nggak mau yang naga, ini bukan terompet..!”
Mamah : “Ini kan sama saja terompet, bentuknya naga”
Aku : “Coba saja ditiup..!”
Kemudian Saamih meniup terompet naga itu. Ternyata suaranya kecil dan sembret.
Saamih : “Tuh, kan nggak ada suaranya, suaranya kecil. Aku mau yang terompet biasa saja..!”
Aku pun terheran-heran, aku lupa mencobanya. Benar juga alasan Saamih itu – minta terompet yang biasa – karena yang naga suaranya rusak. Aku pun turun lagi dan menghampiri penjual terompet.
Aku : “Pak, maaf, anaknya nggak mau yang naga, tapi mau yang terompet biasa. Kalau ditukar boleh Pak?”
Penjual : “Oo, boleh, nggak apa-apa, namanya juga anak-anak”
Aku : “Kalau terompet yang biasa harganya berapa Pak?”
Penjual : “Kalau yang biasa cuma tiga ribu”
Aku jadi merasa nggak enak. Sudah beli yang sepuluh ribu kok malah ditukar yang lebih murah. Tapi kalau aku ambil tiga, nanti buat apa dan buat siapa.
Aku : “Benar Pak, nggak apa-apa?”
Penjual : “Iya, nggak apa-apa, saya sudah biasa kok”
Aku pun jadi lega mendengar jawaban pak tua penjual terompet itu.
Penjual : “Berarti kembalinya tujuh ribu ya?”
Aku : “Iya Pak”
Pak tua itu lalu memberikan kembalian, ternyata baru enam ribu.
Penjual : “Sebentar ya, kurang seribu..!”
Karena aku masih merasa nggak enak menukar barang yang murah. Aku lantas meninggalkan penjual terompet itu.
Aku : “Sudah Pak, nggak apa-apa..!”
Aku langsung masuk ke dalam mobil.
Aku : “Saamih mau terompet yang ini ya..?”
Saamih : “Iya Pah, ini baru namanya terompet”
Lalu Saamih langsung meniupnya. Ternyata suaranya sangat kencang.
Saamih : “Tuh, kan Pah, suaranya kencang, berarti ini baru namanya terompet. Kalau yang naga tadi itu suaranya kurang kencang, berarti bukan terompet..!”
Setelah Saamih puas mendapatkan terompet, aku langsung tancap gas dan pulang ke rumah.