Langkah cepat yang diambil keduanya, menurut pengamat politik Universitas Indonesia, Arbi Sanit, lebih kepada memainkan psikologi publik. "JK ingin menunjukkan bahwa ia lebih cepat dari SBY," kata Arbi kepada Kompas.com, Sabtu (2/5) pagi.
Selain itu, Arbi juga melihat pengumuman pasangan ini sekaligus upaya meredam aksi boikot oleh sebagian DPD II Golkar yang menentang keputusan Rapimnasus Golkar yang menetapkan JK sebagai capres. "Lebih karena Golkar terdesak saja, jangan-jangan keputusan mengusung pasangan itu tidak bulat," kata dia.
Pilihan terhadap sosok Wiranto, yang pada Pilpres 2004 lalu menjadi capres Golkar, dalam pandangan Arbi juga menunjukkan Golkar tak punya pilihan lain. "Kalau ada pilihan, pasti (Golkar) tidak akan tunggang langgang ke sana kemari," ujar Arbi.
Tim pemenangan pasangan berjargon "JK-Win" ini juga harus bekerja ekstra keras dibandingkan tim pasangan lain. Sebab, masih terdapat sejumlah pekerjaan rumah, di antaranya, memenuhi syarat pengusungan pasangan capres yaitu 20 persen kursi di DPR atau 25 persen perolehan suara nasional.
Perolehan suara sementara Golkar di kisaran 15 persen dan Hanura sekitar 3 persen. "Kan belum dirumuskan, bagaimana memenuhi syarat itu. Sampai saat ini kan masih mencari partai untuk diajak koalisi. Kalau pun dapat, harus ke partai-partai kecil. Pasangan ini enggak gampang untuk menang, jangan-jangan sudah tergeser di putaran pertama," ungkap pria berkuncir ini.