Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Indramayu, Imron Rosadi. (Foto: winan/cuplikcom)
Cuplikcom - Indramayu - Polemik penataan tenaga honorer yang belum tuntas hingga awal 2025 memicu kritik tajam dari berbagai pihak.
Pasal 66 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) mengamanatkan penyelesaian penataan tenaga honorer paling lambat Desember 2024.
Namun, kenyataannya, hingga memasuki tahun 2025, proses pengangkatan tenaga honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) masih belum rampung.
Ketua Komisi II DPRD Indramayu, Imron Rosadi, menyoroti kegagalan pemerintah dalam menuntaskan amanat undang-undang tersebut.
Menurutnya, ada sekitar 1,7 juta tenaga honorer yang tercatat dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang seharusnya diangkat menjadi PPPK, tetapi hingga kini masih menghadapi ketidakpastian.
“Kami melihat ada ketidaksinkronan antara data formasi yang diusulkan pemerintah daerah dengan data honorer yang ada di database BKN. Ditambah lagi, keterbatasan kemampuan keuangan daerah menjadi kendala utama. Ini jelas menunjukkan lemahnya koordinasi dan konsolidasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam proses perencanaan,” ujar pria yang akrab disapa Kang Imong kepada awak media, Rabu (19/02/2025).
Imron menegaskan bahwa dalam kondisi apa pun, pemerintah harus segera mengangkat seluruh tenaga honorer menjadi ASN.
“Jika sudah menjadi amanat undang-undang, komitmen kita seharusnya adalah bagaimana 1,7 juta honorer ini bisa diangkat tanpa seleksi dan tanpa proses penentuan formasi lagi," ungkap Sekretaris Fraksi PKB tersebut.
"Mereka sudah bertahun-tahun bekerja dan menduduki posisi yang memang dibutuhkan di instansi masing-masing. Mereka telah mengabdi kepada negara tanpa kejelasan status dan tanpa menerima imbalan yang layak,” tegasnya.
Menurutnya, pemerintah perlu melakukan efisiensi anggaran di berbagai sektor untuk mengalokasikan dana bagi penyelesaian penataan ASN.
“Meski ada batasan belanja pegawai maksimal 30% dari APBD, logikanya jika dana hasil penyisiran dari pos anggaran tertentu bisa dialokasikan untuk penambahan Dana Alokasi Umum (DAU), maka total APBD bisa meningkat," sambungnya.
"Dengan demikian, batasan 30% belanja pegawai juga bisa naik nominalnya. Upaya ini harus dibarengi dengan instruksi pemerintah pusat agar pemda meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD),” imbuhnya.
Lebih lanjut, Imron menyoroti kebijakan terbaru terkait PPPK tahun 2024 yang membagi tenaga PPPK menjadi dua kategori, yaitu PPPK penuh waktu bagi yang lulus seleksi dan PPPK paruh waktu bagi yang belum lulus.
“Ini tidak sesuai dengan Undang-Undang ASN, melainkan hanya diatur dalam Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 16 Tahun 2025. Sangat wajar jika para honorer menuntut penghapusan status PPPK paruh waktu dan meminta semuanya ditetapkan sebagai PPPK penuh waktu,” tandasnya.