Para mahasiswa berunjuk rasa di depan Gedung Agung dan perempatan Kantor Pos Besar Yogya. Mereka terbagi dalam empat kelompok kecil, yakni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Cabang Ar Fakhruddin Kota Yogyakarta, Keluarga Besar Mahasiswa Universitas Sarjana Wiyata Taman Siswa (KBM UST), Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), dan Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fisipol Cabang Bulak Sumur.
Melki, Koordinator KBM Universitas Sarjana Wiyata Taman Siswa, mengatakan, pendidikan yang berorientasi bisnis telah mencederai undang-undang yang mengamanatkan pendidikan adil bagi seluruh rakyat. "Fenomena kampus berkualitas dan meng-integrasional, yang marak dewasa ini, sejatinya omong kosong. Secara tidak langsung, sistem pendidikan yang ada menghambat laju kecerdasan generasi muda," ujarnya.
Menurut KBM UST, pendidikan berkualitas hanya sebuah slogan untuk melegalkan biaya yang mahal. Banyaknya masyarakat yang ingin sekolah di luar negeri, sebenarnya menjadi bukti bahwa pendidikan di dalam negeri memiliki mutu yang rendah.
Koordinator Umum BEM SI Pidi Winata mengatakan, ada 27 pasal bermasalah dalam UU BHP yang disahkan 17 Desember 2008 lalu itu. Dipastikan, komersialisasi pendidikan takkan terhindarkan apabila keberadaan UU tersebut terus dilanjutkan.
"Pendidikan dengan biaya tinggi pun telah menjadi keniscayaan. Karena itu tolak UU BHP. UU tersebut menyebabkan diskriminasi bagi masyarakat miskin untuk menikmati pendidikan. Otonomi perguruan tinggi dinilai gagal," ujarnya.
Pendapat senada dilontarkan Deriana, Koordinator IMM Ar Fakruddin. Menurut Fakhruddin, dunia pendidikan tidak lagi mampu membangun mental dan moral bangsa. Ironisnya lagi, program pendidikan gratis dan anggaran 20 persen untuk pendidikan, justru menjadi alat politik untuk menggalang simpati masyarakat.
Realisasi pendidikan gratis pun mengalami berbagai ketimpangan. Masih ada sekolah yang diperbolehkan menerima sumbangan dari berbagai pihak, dengan embel-embel bukan pungutan liar. "Pemerintah sepertinya terjebak dalam logika bahasa tanpa memilikirkan realitas yang ada di masyarakat," katanya.