Cuplik.com - Langkah Departemen Hukum dan HAM (Depkumham) melalui Tim Restrukturisasi Sisminbakum tetap menggunakan perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware) PT Sarana Rekatama Dinamika menuai protes. Kuasa Hukum SRD Hotma Sitompoel menyatakan pihaknya telah menyampaikan somasi kepada Menkumham dan Tim Restrukturisasi, Rabu lalu (7/1). Somasi itu intinya meminta keduanya tidak menggunakan software dan hardware milik SRD, dengan atau tanpa perubahan, secara melawan hukum dan tanpa hak.
“Kita ini negara hukum, jadi semua harus taat hukum. Ini harus tegas, hukum bilang barang yang sudah disita tidak boleh digunakan,” tegas Hotma ditemui di Gedung Bundar Kejagung, Kamis (8/1). Argumen Hotma didasarkan pada Pasal 44 ayat (2) KUHAP, bahwa “Penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh-siapapun juga”.
Tidak terkait software, melalui somasi, Hotma juga meminta Menkumham dan Tim Restrukturisasi untuk tidak melakukan pengalihan Sisminbakum dari provider pengelola lama, yakni SRD, ke Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, secara melawan hukum dan tanpa hak. Sebagaimana diketahui, berdasarkan SK Menkumham No: M.HH-04.IN.04.03 Tahun 2008, Tim Restrukturisasi memang ditugaskan untuk mengalihkan pengelolaan Sisminbakum.
Hotma menegaskan walaupun dalam status penyitaan, Sisminbakum tetap milik SRD. Makanya, tidak ada satu pihak pun yang diperkenankan mengambil alih. “Apalagi Depkumham yang mengerti undang-undang,” imbuhnya. Terlebih lagi, lanjut Hotma, hak cipta atas Sisminbakum ada pada SRD. Jadi, jangankan mengambil alih, mengubah baik seluruhnya maupun sebagian juga tidak diperkenankan.
“Kalau anda punya mobil, saya lapor mobil itu, terus disita oleh Kejaksaan (dan) dikasih saya, apakah anda terima?” ujar Hotma beranalogi di hadapan sejumlah wartawan. Selama dalam status penyitaan, menurut Hotma, maka kepemilikan barang yang disita baru akan ditentukan oleh putusan pengadilan yang berwenang.
Protes pihak SRD semakin keras karena beredar kabar dana SRD di bank yang juga dalam penyitaan Kejaksaan akan digunakan. Terkait hal ini, SRD dalam somasi meminta pihak manapun untuk tidak menggunakan dana itu tanpa seizin SRD. “Karena dapat dikategorikan tindak pidana pencurian dan perbuatan melawan hukum,” tegas Hotma. Secara khusus, Hotma juga memperingatkan bank-bank tempat dana tersebut disimpan, agar tidak mencairkan dan menyerahkan dana itu kecuali kepada SRD.
Kalaupun ingin Sisminbakum tetap berjalan, SRD mengajukan syarat yakni Kejaksaan harus mencabut status penyitaan. Setelah Sisminbakum bisa berjalan, dan para pengguna pun tidak terbengkalai. Selain itu, Hotma juga menawarkan jalan penyelesaian perdata dengan cara memperbaiki kontrak kerjasama yang dibuat oleh SRD dan Koperasi Pengayoman. “Bukannya disita, kemudian dipakai. Itu melanggar undang-undang,” tambahnya. Jika somasi diabaikan dan Sisminbakum beserta peralatannya tetap dipakai, Hotma berencana melayangkan gugatan perdata ke pengadilan.
Ditemui terpisah, Jampidsus Marwan Effendi mengaku belum mengetahui ada somasi yang dilayangkan oleh SRD. Namun begitu, Marwan menegaskan Depkumham boleh menggunakan software dan hardware Sisminbakum. “Itu hak sita, dari awalnya Depkumham yang menyuruh (Proyek Sisminbakum),” ujarnya. Marwan juga yakin Depkumham tidak melanggar hak cipta karena sepengetahuannya Sisminbakum dirancang oleh John Sarodja.
Dasar penggunaan
Menurut Marwan, kepemilikan Sisminbakum sebenarnya tetap di tangan Depkumham. Sementara, SRD hanya menjalankan pendelegasian dari Depkumham. Yang penting, lanjut Marwan, pelayanan publik pada Sisminbakum tetap berjalan terlepas dari terbukti atau tidaknya kasus dugaan korupsinya. “SRD mau semacam sabotase,” tuding Marwan.
Dihubungi hukumonline (8/1), Ketua Tim Restrukturisasi Freddy Haris menyangkal semua dalil yang dikemukakan pihak SRD. “Salah dia (SRD), dia salah,” tegasnya. Freddy menerangkan tim yang dipimpinnya hanya menerima titipan barang sitaan dari Kejaksaan untuk kemudian dikelola. Makanya, ia bersikukuh Depkumham dan Tim Restrukturisasi tidak melakukan pelanggaran hukum sebagaimana dinyatakan SRD. Freddy merasa posisinya kuat karena Tim Restrukturisasi memegang Berita Acara Penitipan dari Kejaksaan.
Perdebatan tentang Pasal 44 ayat (2), menurut Freddy, adalah urusan SRD dan Kejaksaan. “Pokoknya kita mengelola dengan baik,” tukasnya. Freddy memaparkan sejumlah aspek terkait permasalahan kasus Sisminbakum ini. Aspek-aspek itu antara lain hukum, keadilan, publik serta kepentingan publik.
“Mana sih yang didahulukan terhadap semuanya. Rasanya setiap masyarakat akan menjawab dengan yang sama, ya kepentingan publik didahulukan,” ujarnya. Buktinya, menurut Freddy, pasca kasus Sisminbakum muncul, berbagai pihak menyampaikan keluhan, mulai dari pengusaha sampai notaris. Mereka bahkan ada yang mengadu ke Wakil Presiden, dan tentunya Menkumham
Senada dengan Jampidsus, Freddy membantah pernyataan SRD bahwa hak cipta Sisminbakum ada di tangan SRD. Berdasarkan dokumen yang dimiliki Tim Restrukturisasi, Freddy menegaskan hak cipta ada pada John Sarodja Saleh dan Muawan. “Justru SRD memberikan keterangan palsu, kalau dia penciptanya. Salah dong,” Freddy menuding balik. Menurutnya, SRD bisa saja sebagai pemegang hak cipta, tetapi pencipta sebenarnya tetap John dan Muawan.