cuplik.com - PURBALINGGA, Belum cairnya dana operasional Pemilihan Umum 2009 membuat panitia pemilihan kecamatan dan desa di Purbalingga belum dapat bekerja optimal. Sosialisasi dan langkah pembentukan kelompok penyelenggara pemilihan desa pun terkendala, padahal pelaksanaan pemilu legislatif tinggal dua bulan lagi.
"Belum turunnya anggaran ini jelas mempengaruhi kinerja. Sekarang pemilu tinggal dua bulan, sosialisasi dan penyiapan infrastruktur pemilu sampai di desa seharusnya sudah dimulai. Tapi dengan tak adanya dana operasional ini kegiatan sosialisasi oleh PPK dan PPS terkendala karena tak ada dana sama sekali pada mereka," ujar Anggota Komisi Pemilihan Umum Purbalingga, Sudarman, Senin (9/2).
Hingga saat ini, lanjut dia, KPU Purbalingga belum tahu kapan kepastian realisasi pencairan dana operasional. Informasi yang sudah didapat baru besaran alokasi. Besaran tersebut sudah disampaikan ke masing-masing PPK dan PPS yang sudah terbentuk 31 Januari lalu.
Selain belum adanya dana operasional untuk PPK dan PPS, kesulitan lain adalah belum turunnya regulasi dari KPU pusat perihal teknis pemungutan dan penghitungan suara sah dan tidak sah. Beberapa waktu lalu, KPU menyampaikan ke media bahwa memilih dengan cara mencontreng sekali, tanda strip, dan tanda lainnya dinyatakan sah. Namun, regulasi tersebut hingga kini belum turun.
"Kalau regulasinya saja belum turun, bagaimana kami menyosialisasikannya. Yang akan disosialisasikan saja aturannya belum kami dapatkan," tandas dia.
Masalah teknis pemungutan suara ini menjadi hal yang sangat penting bagi sosialisasi pemilu. Dari hasil survei Laboratorium Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, 76 persen calon pemilih yang disurvei berpotensi melakukan kesalahan pada saat pemberian suara.
Ketua Tim Survei Lab Ilmu Politik Unsoed, Ahmad Sabiq, mengungkapkan, sekitar 65 persen responden tahu metode yang dipakai dalam Pemilu 2009 adalah dengan cara mencontreng. Akan tetapi, pengetahuan mereka masih belum memadai. Saat diuji dengan pernyataan yang salah, yakni pemberian suara dilakukan dengan mencontreng kolom nama partai sekaligus calon legislatif, hanya 24 persen yang menyatakan itu salah atau tak sah. Sisanya, 45 persen menganggap betul dan 31 persen tidak tahu.
"Ini menunjukkan 76 persen responden berpeluang melakukan kesalahan saat pemberian suara. Secara statistik ini sangat signifikan. Bila kesalahan dalam pemberian suara mencapai 76 persen tentu akan menimbulkan kekisruhan politis pascapemilu," ujar Sabiq.