Empat kolega Antasari bergerak cepat. Tidak lama setelah pengumuman status cekal oleh Kejaksaan Agung, Pimpinan KPK langsung menonaktifkan Antasari sebagai Ketua KPK. Tampuk pimpinan komisi pun diambil-alih oleh empat Komisioner yang tersisa secara kolektif dan kolegial. Chandra Hamzah, Bibit Samat Rianto, Haryono, dan M Jasin menegaskan pelaksanaan tugas KPK terus berjalan, tidak terpengaruh oleh kasus yang membelit Antasari.
Sejalan dengan desakan sejumlah LSM pemerhati korupsi, Selasa (5/5), KPK menindaklanjuti penonaktifan Antasari dengan melayangkan surat ke Presiden dengan tembusan Ketua DPR. Wakil Ketua KPK bidang Penindakan Chandra M Hamzah mengatakan, melalui surat itu, KPK meminta Presiden memberhentikan sementara Antasari dari posisi Ketua KPK. Surat tersebut juga memuat rangkuman kronologis kasus yang membelit Antasari.
Chandra menjelaskan KPK mengirim surat ke Presiden mengacu pada Pasal 32 ayat (2) dan ayat (3) UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK. Kedua pasal itu menyatakan dalam hal pimpinan KPK menjadi tersangka maka yang bersangkuta diberhentikan sementara yang ditetapkan oleh Presiden. "Jadi kita tinggal menunggu kabar dari presiden," tukasnya.
Fit and proper test
Ketua DPR Agung Laksono mempersilahkan Komisi III menindaklanjuti kasus Antasari yang tengah disidik Kepolisian. Intinya, Agung berharap kasus Antasari cepat selesai agar citra KPK kembali pulih. "Jajaran KPK tidak boleh terjadi demoralisasi, tetapi tetap semangat tinggi untuk mendukung terus upaya-upaya pemberantasan korupsi. Soal penggantinya saya serahkan mekanisme yang berlaku," tukasnya.
Mitra kerja KPK di DPR, Komisi III juga responsif menyikapi kasus Antasari. Sebagai langkah awal, Ketua Komisi III Trimedya Panjaitan mengungkapkan rencana komisinya menggelar rapat internal khusus membahas masalah ini. Setelah itu, lebih cepat dari yang dijadwalkan, Komisi III mengadakan rapat kerja dengan KPK.
"Saya sampaikan itu melalui Pak Bibit melalui telepon, ada kemungkinan Kamis ini (7/5), kita mengundang KPK. Untuk mengetahui langkah-langkah apa yang akan mereka lakukan, pasca ditahannya Pak Antasari," ujar Trimedya.
Politisi PDIP ini mengatakan salah satu agenda penting yang akan dibahas adalah langkah antisipasi jika status Antasari meningkat menjadi terdakwa. Menurutnya, ketika menjadi terdakwa maka Antasari bisa diberhentikan dengan tidak hormat. Selanjutnya, akan digelar proses seleksi mencari pengganti Antasari. Proses ini ujungnya berada di Komisi III melalui mekanisme fit and proper test atas tiga nama usulan panitia seleksi bentukan pemerintah. Nantinya, sesuai posisi yang kosong, hanya satu orang yang terpilih.
Pasal 33, UU KPK
1. Dalam hal terjadi kekosongan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Presiden Republik Indonesia mengajukan calon anggota pengganti kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
2. Prosedur pengajuan calon pengganti dan pemilihan calon anggota yang bersangkutan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31.
Namun, Trimedya mengaku pesimis proses seleksi pergantian pimpinan KPK bisa dilakukan oleh Komisi III. Ia beralasan periode tugas DPR hanya menyisakan tiga bulan sehingga mustahil menggelar fit and proper test. "Posisi DPR yang tinggal tiga bulan ini saya pikir tidak mungkin, dan pemerintah saya kira juga tidak mungkin cukup waktu sebulan dua bulan. Dari mulai membentuk panitia, melakukan seleksi mengumumkan itu tidak mungkin," tukasnya.
Unsur Kejaksaan
Meskipun pesimis, Trimedya tetap mengusulkan agar yang menggantikan Antasari tetap berasal dari unsur Kejaksaan. Menurut pemahaman Trimedya terhadap UU KPK, pimpinan KPK terdiri dari unsur Kejaksaan, Kepolisian, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), advokat dan BPK. "Nah, Pak Antasari inikan dari unsur kejaksaan, berarti yang mengisi juga harus dari unsur kejaksaan. Sekat-sekat itu juga yang kita yang harus paham," katanya.
Usulan Trimedya ditolak mentah-mentah oleh ICW. Sebagaimana kerap kali disuarakan, ICW membantah pemahaman yang dikemukakan Trimedya bahwa UU KPK mensyaratkan kompisisi pimpinan KPK dari unsur-unsur tertentu. "Dari dulu, kita dengan tegas menolak masuknya unsur Kejaksaan dan Kepolisian dalam institusi KPK. Jadi, pergantian Antasari tidak harus dari Kejaksaan, yang lain juga bisa, dalam UU tidak ada ketentuan yang mengharuskan diganti sesuai unsurnya," kata Emerson, Wakil Koordinator Badan Pekerja ICW.
Bagian penjelasan umum UU KPK, menyatakan "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri dari 5 (lima) orang yang merangkap sebagai Anggota yang semuanya adalah pejabat negara. Pimpinan tersebut terdiri atas unsur pemerintah dan unsur masyarakat sehingga sistem pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi tetap melekat pada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menurut Emerson, untuk pergantian posisi Antasari, sebaiknya dikembalikan kepada empat pimpinan KPK yang tersisa. Apapun jawabannya, yang pasti, ICW tegas menolak jika proses pergantian dilakukan oleh DPR periode sekarang. Emerson mengaku sudah patah arang terhadap hasil seleksi pejabat publik dari DPR. "Sebaiknya pergantian dilakukan setelah anggota dewan baru terpilih bukan sekarang," pungkasnya.