Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan alias SPDP pada 5 Mei lalu, telah menunjuk 26 orang jaksa peneliti (P16). Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Abdul Hakim Ritonga mengatakan tim jaksa ini akan dipimpin oleh Direktur Pra Penuntutan dan Direktur Penuntutan Kejagung.
Seperti diwartakan, Jaksa Agung Hendarman Supandji menganggap kasus Antasari dan tersangka lain sebagai kasus penting. Tidak mengherankan kalau Kejaksaan mempersiapkan diri menerima pelimpahan berkas dan para tersangka dalam waktu dekat.
Walau belum dinyatakan memenuhi syarat formil dan materil (P21), Ritonga mendapat informasi bahwa rencananya akan ada delapan berkas yang akan dilimpahkan penyidik. Ini berarti ada dua orang tersangka yang perkaranya digabung dalam satu berkas. Seperti diketahui, penyidik Polda Metro telah menahan sembilan orang tersangka.
Kesembilan tersangka tersebut -Heri (H), Danial (D), Hendricus Kia Walen (HKW), Fransiscus (FT), Edo (E), Jerry (J), Sigid Haryo Wibisono (SHW), Wiliardi Wizard (WW), dan Antarsari Azhar (AA)- memiliki memiliki peran yang berbeda-beda. Antasari disebut-sebut sebagai otak pelaku pembunuhan Nasrudin. Sisanya, pelaku lapangan, pemantau lapangan, penyandang dana, dan perantara atau¨makelar.
Namun, belum diketahui pasti kapan berkas kesembilan tersangka akan dilimpahkan. Hingga pekan ini, penyidik masih terus melakukan pendalaman. Untuk mendukung hal itu, penyidik telah meminta perpanjangan penahanan para tersangka. Menurut Ritonga, perpanjangan penahanan sudah disetujui. Dengan demikian, penyidikan masih akan terus berjalan. Tapi pada Jumat (15/5) kemarin tidak ada agenda pemeriksaan untuk Antasari. "Hari ini tidak ada pemeriksaan," ujar Mohamad Assegaf, salah seorang kuasa hukum Antasari.
Dalam penyidikan polisi, berbagai cerita berkembang, termasuk teror yang dialami Antasari. Menurut pengacaranya, Antasari beberapa kali mendapat teror. Antasari mengaku pernah mendapat teror dari Nasrudin melalui short message service (SMS). Akibat mendapat teror itu, Antasari sempat mengadu secara informal ke kepolisian, lewat Kapolri Bambang Hendarso Danuri. Teror ini terkait dengan ancaman Nasrudin yang akan membuka ‘aib' Antasari terkait dengan Rani Juliani.
Laporan Antasari yang disampaikan secara informal itu ditindaklanjuti dengan membentuk sebuah tim yang diketuai mantan Kapolres Jakarta Selatan, Chaerul Anwar. Dari penelusuran, diketahui bahwa Nasrudin dan Rani berada di sebuah hotel di Kendari, Sulawesi Tenggara. Informasi ini dibaritahukan Chaerul kepada Antasari. Nasrudin dan Rani sempat diperiksa polisi. Tetapi karena keduanya berhasil membuktikan sebagai suami isteri, polisi akhirnya melepas. Setelah penangkapan itu, teror terhadap Antasari berkurang.
Namun, ketika ditanyakan apakah Antasari akan membuat laporan kepolisian (LP) atau tidak, Ketua KPK non aktif itu tidak merespon. "Setelah disampaikan bahwa yang suka diteror ini sudah di Kendari, mau diapakan. Mau di proses atau apa. Tidak ada respon dari Antasari, apakah beliau mau melaporkan secara resmi karena merasa di teror melalui SMS. Ternyata tidak ada jawaban dari Antasari," terang Kadiv Humas Abu Bakar Nataprawira usai sholat Jumát di Mabes Polri (15/05).
Nahas, beberapa bulan setelah itu, Nasrudin ditembak usai bermain golf di Padang Golf Modernland, Cikokol, Tangerang. Peristiwa itu sudah bukan menjadi tanggung jawab Polri karena tugas mencari keberadaan Nasrudin dan Rani telah selesai. "Karena tugas tim sudah selesai. Apa yang terjadi seelah itu bukan lagi tanggung jawab kepolisian," tutur Abu Bakar.
Dengan ini, seolah-olah tudingan menjadi semakin kuat ke Antasari. Assegaf berdalih, Antasari tidak membuat laporan resmi semata-mata karena perasaan terteror itu sudah tidak ada lagi. Sehingga, masalah telah dianggap selesai. "Jadi, bukan tidak merespon," cetusnya.