Pementasan sabung ayam itu dikombinasikan dengan bahasa musik dalam bentuk tabuh kreasi "Pepanggulan" yang disuguhkan di hadapan tim dosen penguji yang dipimpin Dekan FSP ISI Denpasar I Ketut Sariada di gedung Natya Mandala kampus setempat Selasa.
Karya seni yang tetap berakar pada nilai tradisi seni budaya Bali itu dituangkan melalui media gamelan "Smara Dhana", salah satu musik tradisional Bali yang mampu menyuguhkan pementasan bermutu dan menarik.
Di hadapan ratusan penonton yang memadati panggung tertutup Natya Mandala ISI Denpasar, Putu Adi Bawa yang didukung sanggar seni Lingga Jati Denpasar mampu menampilkan garapan tari yang serasi dengan diiringi alunan musik.
Sabung ayam, salah satu kegiatan untuk kelengkapan kegiatan ritual di Pulau Dewata itu mencerminkan atau menggambarkan tentang kehidupan mereka sendiri.
Aktivitas sekelompok orang dalam arena sabung ayam, menurut Putu Adi Bawa, jika dicermati mengandung nilai sosial, kejujuran, ekonomi dan patriotisme.
"Gelar Saet merupakan sebuah pertunjukan sabung ayam yang dilakukan secara babak per babak sesuai kesepakatan yang dilakukan para bebotoh (pelaku) di arena tersebut," kata Putu Adi Bawa.
Kegiatan Tajen sering memberikan inspirasi bagi seniman dalam menghasilkan karya seni, baik pementasan, instrumen tabuh maupun karya kanvas.
Kadek Suardana, ketua yayasan Arti Denpasar pernah mengangkat tema Tajen yang dikombinasikan dengan Ritus Legong untuk dipentaskan ke sejumlah negara di belahan dunia, termasuk di ibukota Jakarta.
Demikian pula seniman muda kreatif lainnya seperti I Nyoman Sura, Ipung Lingriati, Kadek Tegeh dan Dwi Dirgantini berhasil menciptakan karya-karya seni kontemporer yang inspirasinya berasal dari Tajen, namun satu sama lain saling berbeda.
Semua itu mencerminkan hasil kreativitas dan penciptaan yang dilandasi kerja keras dan kejujuran.