Statistik perbankan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI) per Maret 2009 menunjukkan hampir seluruh kelompok bank mengalami penurunan penyaluran kredit ke modal kerja sektor properti. Bank umum mengalami penurunan 4,09 persen dari Rp10,368 triliun pada Januari 2009 menjadi Rp9,943 triliun dan paling kecil dibandingkan periode sebelumnya seperti Desember Rp10,840 triliun, November Rp12,191 triliun dan Oktober Rp11,300 triliun. Jumlah yang disalurkan juga lebih kecil dibandingkan sektor agrobisnis yang mengalami pertumbuhan 10,4 persen dari Rp18,358 triliun pada Januari 2009 menjadi Rp20,283 triliun.
Kelompok bank persero (BUMN) juga mengalami penurunan 4,2 persen dari Rp5,867 triliun pada Januari 2009 menjadi Rp5,616 triliun atau masih lebih kecil dibandingkan periode sebelumnya seperti Desember Rp6,347 triliun, November Rp6,049 triliun dan Oktober Rp5,841 triliun. Sedangkan kredit kepada agrobisnis mengalami peningkatan 7,9 persen dari Rp12,673 triliun menjadi Rp13,675 triliun.
Praktisi perbankan Paul Sutaryono menilai penurunan penyaluran kredit dipengaruhi oleh turunnya daya beli (purchasing power) masyarakat dan menjadi faktor yang paling dominan.
Menurut Paul meskipun suku bunga kredit terus turun sejalan dengan penurunan bunga BI Rate, namun perbankan tampaknya sangat berhati-hati dalam ekspansi untuk mengantisipasi lonjakan NPL sehingga penyaluran kredit bertambah seret.
"Bank memang lebih hati-hati dalam menyalurkan kredit karena tidak ada jaminan selain rumah tersebut. Akibatnya, penyaluran kredit tetap saja seret," jelasnya.