Jum'at, 31 Januari 2025
Ketentuan Tobacco Bill yang tengah disiapkan pemerintah Amerika Serikat (AS) mengundang reaksi. Pemerintah melalui Departemen Perdagangan menyatakan protes terhadap ketentuan tersebut. Soalnya, ketentuan tersebut melarang impor rokok bercitarasa, seperti cengkeh, ceri, dan cokelat (flavoured). Selama ini rokok-rokok tersebut pada umumnya diimpor dari Indonesia.
Pemerintah AS beralasan, ketentuan tersebut dikeluarkan demi mencegah perokok di bawah umur yang diperkirakan semakin meningkat. Akan tetapi, dalil tersebut sepertinya tidak bisa diterima oleh Menteri Perdagangan Mari Elka Pengestu. Pasalnya, rokok mentol yang seharusnya juga masuk dalam kategori tersebut, ternyata tidak dilarang dikonsumsi. Mendag pun menilai regulasi dari negeri Paman Sam tersebut tidak adil.
Menurut Mari, secara empiris ada hal-hal yang tidak objektif. Padahal, katanya, data empiris menunjukkan konsumsi rokok kretek pada anak-anak yang umurnya di bawah 25 tahun hanya sebesar 3 persen. Sedangkan rokok mentol dikonsumsi hingga 25 persen. "Atas dasar itu pemerintah Indonesia telah melayangkan surat protes bahwa regulasi tersebut diskriminatif," ujarnya.
Sebenarnya, pembahasan soal pelarangan rokok sudah dilakukan pemerintah AS bertahun-tahun yang lalu. Namun, baru sekarang masuk ke meja senat. Sejauh ini, ketentuan tersebut masih dalam pembahasan di senat AS dan belum sepenuhnya disahkan menjadi sebuah produk hukum. Oleh karena itu pemerintah akan melihat apakah aturan ini jadi dikeluarkan atau tidak, setelah itu akan dipikirkan langkah-langkah untuk antisipasi.
Mari tentu khawatir jika ketentuan tersebut nantinya disetujui oleh senat AS. Soalnya, ekspor kretek akan terpengaruh meski kretek Indonesia tidak sepenuhnya berada di AS melalui ekspor. Hingga saat ini ada produsen rokok, seperti Djarum yang memiliki pabrik di Brazil. "Mungkin memasok ke sana (AS) juga," terangnya.
Sekedar informasi, berdasarkan data Departemen Perindustrian (Depperin), nilai ekspor rokok kretek lokal di AS mencapai AS$ 290 juta pada 2007. Jumlah ini menguasai 0,1 persen konsumsi rokok di negeri tersebut. Direktur Industri Makanan dan Tembakau Depperin Imam Haryono mengatakan, kinerja perusahaan rokok nasional bisa terpengaruh dengan adanya larangan tersebut. Apalagi, selama ini AS merupakan salah satu negara tujuan ekspor utama rokok kretek Indonesia.
Segala kekhawatiran itu ditepis oleh Menteri Kordinator Perekonomian sekaligus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dia memastikan larangan impor rokok ke AS tidak akan berdampak besar terhadap ekspor rokok Indonesia. Sebab pada dasarnya konsumsi rokok di negara maju tidak banyak.
Tidak Berpengaruh
Menurut Menkeu, langkah yang akan dilakukan pemerintah AS tersebut sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh negara-negara maju lainnya. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, banyak negara-negara maju yang memberlakukan aturan mengenai pembatasan terhadap produk rokok kretek. "Hal itu tidak seperti di Indonesia yang aturannya masih sangat longgar," ucapnya.
Senada dengan Sri Mulyani, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Departemen Keuangan Anwar Suprijadi mengatakan larangan impor oleh AS memang tidak akan berdampak signifikan. Soalnya, sejauh ini jumlah ekspor rokok Indonesia tujuan AS memang tidak banyak. "Kebanyakan hasil produksi rokok nasional dikonsumsi sendiri oleh masyarakat kita, jadi saya rasa tidak terpengaruh," kata Anwar.
