Ketiga jenis peraturan itu adalah Permenakertrans No. PER. 22/MEN/XII/2008 tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, Kepmenakertrans No. 200/MEN/2007 tentang Surat Izin Pengerahan (SIP), dan Kepmenakertrans No. 201/MEN/2007 tentang Penunjukkan Pejabat untuk Penempatan TKI di Luar Negeri.
Permohonan judicial review tersebut merupakan buntut dari pemberlakuan Permenakertrans No. 22/2008 yang mengalihkan sebagian kewenangan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) kepada pemerintah daerah dalam hal pelayanan dan penempatan TKI di luar negeri.
Menurut kuasa hukum pemohon, Sentot Pancawardana, ketiga peraturan tersebut bertentangan dengan UU Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri No. 39 Tahun 2004 dan Perpres No. 81 Tahun 2006 yang mengatur tugas dan kewenangan BNP2TKI.
"Pertentangan terletak pada Pasal 94 dan 95 UU No. 39 Tahun 2004 yang memberi kewenangan BNP2TKI melakukan pelayanan, penempatan, dan perlindungan TKI di luar negeri secara satu atap. Dalam Permen dan Kepmen kewenangan tersebut dipangkas habis," dalih Sentot. "Saat ini BNP2TKI hanya mengurusi government to government saja, padahal UU-nya BNP2TKI juga mengurusi konteks government to privat."
Menurut Sentot, terbitnya Permenakertrans No.22/2008 menimbulkan keresahan bagi para TKI. Bahkan bukannya tak mungkin akan memarakkan kembali pungutan-pungutan di daerah. "Padahal BNP2TKI sudah berjalan sedemikian bagusnya. Para TKI juga tak merasakan pungutan-pungutan liar yang macem-macem itu. Nah, ketika lahir Permenaker yang baru ini, para TKI merasa bingung (siapa yang paling berwenang, red), kesana-kemari, gak jelas," ungkapnya.
Peran BNP2TKI dalam melakukan penempatan dan perlindungan TKI, kata Sentot, sejauh ini sudah optimal. "Karena ada anggarannya sebesar Rp300 miliar," jelasnya. Jika peran BNP2TKI dipangkas, ia khawatir anggaran itu akan mubazir. Oleh karena itu ia menuntut agar MA membatalkan tiga peraturan itu.
Lebih lanjut, Sentot menjelaskan bahwa berkas permohonan uji materiil akan dikirim ke termohon dalam hal ini Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans). "Setelah termohon menerima berkas dari MA, dalam jangka waktu 14 hari termohon diberi kesempatan untuk memberikan jawaban atau tanggapan. Jika tidak memberikan jawaban, MA akan langsung memeriksa dan menjatuhkan putusan," ujarnya.
Tidak ada pungutan
Sampai berita ini diturunkan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) Depnakertrans I Gusti Made Arka belum bisa dimintai tanggapannya. Namun, berdasarkan dokumentasi Humas Depnakertrans, I Gusti Made Arka mengakui bahwa anggaran pelayanan dan penempatan TKI sudah dianggarkan pemerintah jauh sebelum BNP2TKI terbentuk. Ia mencontohkan adanya dana penyelenggaraan program Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) dan penerbitan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN).
Seolah membantah pendapat Sentot, Made Arka menjelaskan sejak berlakunya Permenakertrans No. 22/2008 anggaran tersebut akan beralih lagi ke pemerintah, dalam hal ini Depnakertrans.
Made Arka juga membantah keras kekhawatiran mengenai pungutan liar oleh pemerintah daerah. Sesuai konsep dasar Ditjen Binapenta, segala bentuk pelayanan terhadap TKI akan lebih dipermudah, dipercepat dan dipermurah "Itu menyimpang dari filosofis dan makna hakiki pelayanan. Jadi gak mungkin dan naif sekali kita mengeluarkan kebijakan pungutan sebagaimana yang dituduhkan sejumlah LSM," ujarnya.