"Pada gilirannya akan menimbulkan kepercayaan para pelaku ekonomi," ujar Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembiayaan Internasional Mahendra Siregar di Jakarta, Rabu (11/2/2009).
Sebagai negara dengan skala ekonomi terbesar, lanjut dia, AS telah menularkan persoalan keuangannya kepada seluruh negara. Di Indonesia, pelambatan pertumbuhan ekonomi AS berdampak pada melesunya permintaan ekspor.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya memperkirakan pertumbuhan ekspor tahun ini, baik dari sisi nilai maupun volume hanya berada di kisaran 1-2,5 persen. Angka ini merosot tajam dari pertumbuhan tahun lalu yang mencapai sembilan persen.
Krisis ekonomi global, lanjut dia, berdampak pada melesunya permintaan dari pasar tujuan ekspor utama Indonesia, yaitu AS, Jepang, dan Uni Eropa. Ketiganya menyerap pangsa pasar ekspor Indonesia hingga 40 persen.
Sri Mulyani mengungkapkan, pemerintah semula memproyeksikan pertumbuhan ekspor bisa mencapai lima persen di tengah krisis ekonomi global pada tahun ini. Namun target tersebut dinilai Menkeu terlalu optimistis mengingat sejak Oktober kemarin hingga sekarang aktivitas ekspor menunjukkan tren melemah.
Mahendra melanjutkan, krisis yang terjadi saat ini terbagi atas dua bagian. Pertama, krisis yang mengancam pertumbuhan ekonomi seiring pelemahan ekspor dan melonjaknya angka pengangguran.
Satu lagi, krisis kepercayaan terhadap transaksi perekonomian, perbankan, dan keuangan. Sehingga, kata Mahendra, pertumbuhan perekonomian AS, menyusul berjalannya stimulus fiskal di sana akan membantu memulihkan kepercayaan di tingkat finansial tadi.
Meski demikian, Mahendra menekankan, stimulus fiskal AS tidak akan berarti bila pemerintah setempat menggunakannya untuk menyuntikkan dana pada perusahaan-perusahaan finansial yang bobrok. "Perusahaan yang tidak bertanggung jawab atau sembrono," kata dia.