JAKARTA: Pengamat politik LIPI, Syamsudin Harris, memprediksi, kabinet yang terbentuk pada pemerintahan berikutnya, periode 2009-2014 , akan kental dengan nuansa "balas jasa" politik.
Fenomena ini, menurut dia, sebenarnya sudah terjadi pada Kabinet Indonesia Bersatu, Kabinet Gotong Royong di era Megawati, dan Kabinet Kesatuan Nasional pada masa Abdurrahman Wahid.
Kabinet dengan latar "balas jasa", dikatakan Syamsudin, lebih bersifat politis. Salah satu faktornya karena presiden terpilih memiliki kekuatan dukungan parlemen yang minim.
"Kabinet 2009-2014 menurut saya akan jauh lebih bersifat politik. Bila SBY menang lagi, dia didukung koalisi partai-partai yang menuntut porsi di kabinet," ujar Syamsudin pada diskusi "Postur Kabinet Berdasarkan UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara" di Jakarta, Selasa (26/5).
Riak-riak tuntutan porsi di kabinet sudah mulai muncul dengan statement sejumlah parpol mengenai jatah yang akan didapatkan jika pasangan calon yang diusung meraih kemenangan. "Apakah presiden yang terpilih nanti bisa meminimalkan potensi pemenuhan 'balas jasa' politik? Kalau tidak, siap-siap saja agenda bangsa akan banyak yang terbengkalai. Apalagi, jika sinyalemen benar bahwa duduk di kabinet menjadi ATM (mesin penarik yang) bagi partai politik," ujar dia.
Seharusnya, dalam pandangan Syamsudin, pembentukan kabinet tidak sekadar mendasarkan pada sesuatu yang bersifat politis. Hal ini akan membuat banyak janji presiden kepada rakyat tidak akan terpenuhi dan upaya menciptakan pemerintahan yang bersih akan sulit tercapai. Ia juga memberikan masukan, ke depannya capres dan cawapres hendaknya berakar dari kekuatan politik yang seimbang. "Kalau imbang, maka negosiasi koalisi di kabinet akan lebih diminimalkan," kata Syamsudin.