Pembahasan RUU Pengadilan Tipikor di DPR masih tahap Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pihak-pihak terkait, seperti pakar hukum dan KPK. Seperti halnya kalangan LSM, DPD juga menilai pembahasan di DPR berjalan lamban. Selain mengkritik, DPD juga menyampaikan delapan usulan ke DPR.
Ketua Tim Upaya Pemberantasan Korupsi DPD Marwan Batubara mengatakan Jumat ini (13/2), delapan usulan itu sudah diserahkan ke Pimpinan DPR dan Ketua Pansus RUU Pengadilan Tipikor. "Delapan poin ini sebelumnya sudah dikaji mendalam dengan melibatkan pakar hukum, politik dan akademisi serta LSM," katanya.
Usulan pertama, pengadilan Tipikor berkedudukan di setiap kabupaten/kota dan berdasarkan pada tingkatannya masing-masing. Kedua, pembentukan pengadilan Tipikor pertama kali di lima wilayah, yakni PN Jakarta Pusat, PN Medan, PN Surabaya, PN makasar, dan PN Balikpapan. Berikutnya, pengadilan Tipikor menjadi satu-satunya pengadilan yang memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara tipikor.
"Artinya pengadilan tipikor nantinya akan memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang penuntutannya diajukan oleh penuntut umum kejaksaan dan penuntut umum KPK," ujarnya.
Bukan hanya memeriksa perkara tipikor saja, lanjut Marwan, nantinya Pengadilan Tipikor juga berwenang memeriksa, mengadili dan memutus tindak pencucian uang yang berasal dari perkara korupsi. Dalam mekanisme perekrutan hakim, DPD mengusulkan dilakukan secara transparan dan diketahui publik. Kemudian dalam penentuan komposisi majelis hakim, DPD usulkan harus diatur secara tegas dalam RUU. "Jumlah hakim ad hoc lebih banyak ketimbang dari karir, dan jumlahnya harus ganjil," ujarnya.
Tidak sia-sia
Walaupun DPR memiliki hak dalam membahas RUU, Marwan mengatakan pemberian usulan DPD ini tidak akan sia-sia. Karena DPD sebagai wakil daerah mengetahui persis permasalahan yang terjadi di tiap daerah. Menurut Marwan, di daerah persoalan korupsi sudah menjamur.
"Dalam UU telah diatur bahwa DPD memiliki proses dalam menyuarakan dan menyatakan sikap atas pembahasan sebuah RUU. Karena kita memiliki MoU dengan KPK untuk mendukung tugas-tugas KPK dalam pembentukan RUU ini, dan ini tidak akan sia-sia," ujarnya.
Anggota Pansus RUU Pengadilan Tipikor Lukman Hakim Saifuddin mengatakan hal yang serupa. Menurutnya, pemberian usulan DPD ini sangat berharga, karena pansus terbuka menerima beragama masukan untuk memperkaya substansi RUU Pengadilan Tipikor.
"Justru kita ingin masukan dari berbagai kalangan, termasuk dari DPD sendiri. Karena bagaimanapun juga dari pansus ingin mendapatkan gambaran pertimbangan-pertimbangannya, namun saya yakin pembahasan dapat selesai, karena waktu masih sangat panjang," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar antusias DPR dapat menyelesaikan RUU Pengadilan Tipikor pada tahun ini. Tidak mau masuk pada ranah politik, Antasari menyatakan tidak meragukan komitmen DPR dalam pemberantasan korupsi. "Saya masih percaya dan yakin DPR akan menuntaskan pembahasan RUU Pengadilan Tipikor sebelum batas waktu dari MK," katanya.
Ia juga menambahkan, ada tidaknya RUU Pengadilan Tipikor tidak akan mempengaruhi KPK sebagai pemberantas korupsi. "Tanpa UU Pengadilan Tipikor, KPK akan terus melaksanakan tugas dalam pencegahan dan penindakan tindak pidana korupsi," ujarnya.