Cuplik.Com - MALANG: Keluarga If (16), korban pencabulan yang dilakukan seorang anggota polisi Polsekta Kedungkandang, melakukan aksi demontrasi di Kejaksaan Malang dan Pengadilan Negeri Malang, Kamis (28/5). Mereka membawa tiga poster bertuliskan kritik, sindiran, dan selebaran pernyataan.
Pasangan Arifin-Hayati, orangtua kandung If, beserta putri bungsu mereka yang masih kecil, Ika Qoiriyah (7), memprotes ringannya tuntutan jaksa kepada Bripka Mamat yang telah mencabuli putri sulung mereka.
Sepanjang aksinya, si kecil Ika terlihat diam diapit orangtuanya. Membawa poster bertulis, "Yang Mulia sangat… Tolonglah Hamba.., bocah berjilbab ini juga turut masuk ke ruang Kepala Kejari.
Dalam tuntutan yang dilakukan jaksa penuntut umum, Sudarwati, Senin lalu, Bripka Mamat hanya dijerat Pasal 239 Undang-Undang KUHP dan dituntut delapan bulan penjara dalam kasus pencabulan terhadap If yang dilakukan pada 28 Februari. If ketika itu berstatus sebagai tersangka pencurian ponsel dan disidik oleh Bripka Mamat.
“Anak saya itu di bawah umur dan yang melakukan pemerkosaan adalah polisi, mengapa pelakunya hanya dituntut delapan bulan penjara. Tuntutan saya, dia (pelaku) dihukum berat dan dipecat dari polisi,” kata Arifin dengan nada penuh kekecewaan.
Rasa kecewa Arifin semakin bertambah setelah pertemuan dengan pihak Kejari dan pengadilan hanya menghasilkan dua jawaban hampir sama. “Semuanya bilang aspirasi saya ini akan dipertimbangkan,” ujarnya.
Kepala Sie Hukum Pidana Kejari Malang Triono Rahyudi yang ditemui seusai berdialog dengan keluarga If tetap berpendapat, penerapan Pasal 293 KUHP dalam masalah ini sudah tepat.
“Jaksa kan melihat fakta-fakta yang ada di persidangan dan saat ini penerapan pasal itu yang dirasa tepat,” katanya.Adami Chazawi, pakar hukum pidana yang juga dosen Fakultas Hukum Brawijaya, menilai, jaksa terlalu naif memaknai arti kekerasan yang pada akhirnya hanya membuat pelaku dijerat dengan Pasal 293 KUHP.
Mereka dinilai mengesampingkan fakta korban pencabulan yang berusia di bawah umur. “Harusnya juga dijerat pasal 81 dan 82 UU no 23 tahun 2002, yang pastinya hukumannya lebih berat,” kata Adami.
Adami juga berpendapat, JPU harus mempertimbangkan status tersangka ketika itu, yakni sebagai polisi dan bertugas aktif sehingga bisa dijadikan satu faktor untuk menuntut lebih berat.
Ketua PN Malang, melalui Kepala Humas Johanis Hehamony mengatakan, pihak PN Malang untuk saat ini tidak bisa berkomentar mengenai kasus yang sedang berjalan.
“Kami hanya menjanjikan, tuntutan keluarga korban akan disampaikan kepada majelis hakim yang menyidangkan kasus ini,” tuturnya.