Ya, koleksi terbaru Handy itu memang diadaptasi dari keindahan alam, rumah-rumah, dan kerajinan tangan suku Nubian yang tinggal di Pulau Elephantine, Sungai Nil, Mesir.
"Mereka memiliki kerajinan yang begitu indah dan eksotis dengan motif-motif geometris dan warna-warna cerah," ujar Handy.
Menurut desainer berambut panjang ini, inspirasi koleksinya tersebut datang setelah dia berkunjung selama sebulan di Afrika Utara.
"Selama satu bulan di sana, saya menemukan banyak keunikan yang bisa dituangkan dalam sebuah rancangan busana, salah satunya kerajinan tangan mereka," jelas Handy, yang menghadirkan 43 set koleksi busana di pergelaran "Jakarta Fashion & Food Festival" (JFFF) 2009.
Namun, jangan langsung berpikir Handy dengan serta-merta menyajikan gaya tribal ke atas catwalk. Malah, koleksinya justru hadir dalam kemasan yang begitu kontemporer dengan garis urban yang kental. Bahkan hampir pada seluruh koleksinya, Handy mengaplikasikan motif geometris yang tertuang lewat permainan warna dan garis. Sesekali terlihat aplikasi jahit yang menjadikan rancangan Handy begitu cantik dan wearable. Lihat saja coat panjang yang dipadu bersama dress pendek atau halter dress yang tampil eksotik dengan ornamen anyaman.
Adapun dari segi warna, Handy tidak begitu saja mencampuradukkan warna-warna kontras yang lekat dengan budaya Afrika, tetapi menggunakan rangkaian earth color yang lebih ramah dengan kulit Asia. Hal tersebut juga sekaligus menunjukkan kepiawaian Handy dalam bermain blocking warna. Palet tembaga berpadu perak, hijau bertemu kuning, dan cokelat menyapa kelabu yang tampil dalam garis rancangan minimalis.
Selanjutnya, citra tribal suku Nubian memudar, digantikan rangkaian busana kontemporer penuh detail. Adapun sentuhan Afrika masih terlihat melalui aksesori berupa kalung, anting, dan alas kaki. Sementara untuk busananya, Handy memang lebih menitikberatkan pada kesan kontemporer. "Saya tidak ingin koleksinya terlalu eksotis, karenanya saya memadukan dengan unsur modern agar lebih wearable," papar desainer yang tergabung dalam Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia ini.
Semua koleksinya hadir dalam konsep busana siap pakai, dari mini dress berpotongan A-line, empire line,dan bustier. Handy juga mengetengahkan busana khas Mesir yaitu Abaya, sehingga koleksi rancangannya bisa dikenakan semua kalangan, termasuk kaum muslimah.
"Setelah berkunjung ke Mesir, saya cenderung lebih tertarik menciptakan busana berdaya pakai tinggi dengan material yang banyak orang suka, misalnya sutera dan sifon," terang Handy.
Kendati unsur tribal tidak lagi terlihat mendominasi, Handy menyiasatinya dengan menggunakan warna-warna tanah dan cutting asimetris ataupun ber-layer yang memang menjadi ciri khas gaya busana suku-suku di Afrika. Sisi kontemporer dihadirkan melalui permainan garis, jahit, serta potongan tegas. Sesekali terlihat anyaman dan penambahan payet untuk kesan yang lebih elegan.
Detail dan finishing-nya memang terkesan sederhana. Namun jangan salah, Handy justru menghabiskan waktu satu bulan hanya untuk urusan mengepang dan menganyam.
Secara keseluruhan, Handy memang menyajikan koleksi apik bernapas kontemporer, tetapi masih memiliki sentuhan etnik yang menjadikan rancangannya unik. Dia pun tidak terlalu banyak menggarap gaun malam, tetapi menggantikannya dengan terusan dan cocktail dress yang bersifat lebih kasual. "Saya memang lebih memfokuskan pada koleksi kasual. Saya lihat peluangnya sangat besar, apalagi dari sisi harga juga tidak semahal dengan gaun malam," jelas Handy yang mematok satu gaun malamnya seharga Rp1,5 juta sampai Rp3 juta.