Untuk kedua kalinya, perusahaan asal Hong Kong Allied Ever Investment Ltd mencabut permohonan pailit terhadap PT Kertas Nusantara (dahulu PT Kiani Kertas). Alasannya, kedua belah pihak masih bermusyawarah untuk menyelesaikan utang yang melilit Kertas Nusantara. Surat pencabutan permohonan pailit itu diajukan ke pengadilan pada Rabu (03/6) kemarin, sehari sebelum sidang perdana digelar. "Bagaimana, ini sudah kedua kalinya, kok maju mundur seperti setrika saja," ujar ketua majelis hakim Reno Listowo di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (04/6).
Kuasa hukum Allied, Tisye Erlina Yunus mengakui hal itu. "Saat ini pemohon dan termohon sedang melakukan perdamaian," ujarnya. Kuasa hukum Kertas Nusantara Marx Andryan menyatakan hal senada. "Kalau ada itikad baik dari pemohon yah terserah pemohon, kita terima saja," ujar advokat dari kantor hukum Hotman Paris & Partners itu. Dengan begitu, majelis hakim memutuskan untuk menunda sidang pekan depan dengan agenda penetapan pencabutan permohonan pailit.
Sebelumnya, lewat surat No. 005/T&T/1/2009 kepada majelis hakim Pengadilan Niaga Jakpus, Kertas Nusantara juga mencabut permohonan pailit terhadap Kertas Nusantara dalam perkara No 57/PAILIT/2008/PN NIAGA.JKT.PST. tertanggal 12 Desember 2008. Tak jelas betul alasannya. Dalam surat hanya disebutkan karena satu lain hal. Saat persidangan permohonan pailit pertama itu, ketua majelis hakim Andriani Nurdin sempat meradang. Pasalnya, para pihak bergantian tidak hadir di persidangan.
Permohonan pailit kedua yang terdaftar dalam perkara No. 23/Pailit/2009/PN.Niaga.JKT.PST sebenarnya sama dengan permohonan pailit yang diajukan 12 Desember 2008 lalu. "Tidak ada perubahan," ujar Tisye usai bersidang. Namun Tisye enggan menjelaskan apa penyebab permohonan pailit diajukan kembali yang akhirnya dicabut juga. "Selaku kuasa hukum, saya diperintahkan klien untuk mencabut, yah saya cabut karena ada upaya perdamaian, namun perdamaian seperti apa tidak bisa saya jelaskan," imbuhnya.
Dalam permohonan pailit, Allied menyatakan memiliki piutang terhadap Kertas Nusantara sekitar AS$ 32,907 juta. Piutang itu timbul dari perjanjian utang piutang yang ditandatangani pada 20 Desember 2004. Dalam perjanjian itu disepakati Kertas Nusantara berutang AS$ 20 juta kepada Allied. Kertas Nusantara juga diwajibkan membayar pokok utang dan biaya AS$ 30 per matriks ton bubur kertas (pulp) yang diproduksi pabrik tersebut, sampai pokok pinjaman dilunasi. Utang itu jangka waktunya selama 1 tahun.
Perjanjian tersebut juga mengatur bahwa biaya tersebut dibayar dengan ketentuan produksi minimum pabrik termohon sebanyak 10.000 matriks ton per bulan atau sebanyak 95.000 matriks ton per tahun. Jika Kertas Nusantara tidak melakukan pembayaran atas pokok pinjaman dan biaya, menurut pemohon, maka akan dikenai dengan denda 1 persen tiap bulan dari jumlah utang perusahaan tersebut.
Hingga jatuh tempo pada 27 Desember 2005, Kertas Nusantara tidak melaksanakan kewajibannya pada Allied Ever. Ujung-ujungnya pabrik bubur kertas yang beroperasi di Mangkajang kawasan Berau, Kalimantan Timur itu dikenakan denda. Dengan demikian, total utang Kertas Nusantara menjadi sekitar AS$ 32,907 juta, terdiri dari utang pokok pinjaman AS$ 20 juta, biaya pinjaman AS$ 3 juta, serta denda selama 36 bulan yang jumlah keseluruhannya mencapai AS$ 9,907 juta
Untuk memenuhi unsur-unsur kepailitan seperti yang tertuang dalam UU No. 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Allied Ever juga menyertakan kreditor lain, yakni Lamag SDN Bhd (dahulu Rantau Intan SDN Bhd) dengan piutang AS$ 926.535. Dengan begitu unsur pailit berdasarkan Pasal 2 (1) UU Kepailitan yakni, utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih, serta terdapat dua kreditor atau lebih, terpenuhi.