Padahal ketika itu otoritas bursa memutuskan mensuspensi perdagangan saham produsen batubara itu demi menyelamatkan pasar modal dari kejatuhan lebih parah akibat tekanan jual yang masif. Aksi lepas saham itu dipicu merosotnya nilai BUMI setelah ditinggalkan investornya menyusul repo saham Bakrie and Brothers (BNBR).
Sepertinya otoritas bursa, Kementerian BUMN, dan pemerintah telah memiliki kesamaan pandangan bahwa jika BUMI tak disuspensi, pasar modal hancur karena saham ini memiliki kapitalisasi amat besar. Sehingga, apapun yang terjadi pada saham sejuta umat ini, pasar akan terpengaruh.
Tapi apa yang terjadi saat itu? Sri Mulyani mendesak otoritas bursa untuk mencabut dicabut. Bahkan, Sri Mulyani ‘merengek’ ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang belakangan luluh dan merestui pencabutan suspensi BUMI.
Apa akibatnya? Benar saja, pasar modal langsung mengalami tekanan dan harga BUMI merosot hingga menyentuh level di bawah Rp 400. Suspensi dunia hari yang kemudian dibuka kembali itu kemudian membuat bursa efek rontok. Tak hanya investor ketiban apes tetapi juga sejumlah perusahaan sekuritas.
Di antaranya Mandiri Sekuritas dikabarkan rugi akibat repo saham BUMI taksirannya sampai Rp 1,5 triliun dan berbuntut penggantian dirutnya. Juga Danareksa Sekuritas kabarnya, paling tidak merugi Rp 2 trilun. Sedangkan Sarijaya Securities diduga rugi Rp 1,5 triliun. Masih ada sekuritas lain yang merugi dengan jumlah bervariasi.
Padahal waktu itu pemilik Grup Bakrie sudah memberikan komitmen meminta waktu dua pekan sebelum suspensi dibuka untuk menyelesaikan persoalan keuangan di perusahaannya. Sehingga belum tentu terjadi kerugian yang cukup besar dialami investor dan perusahaan efek.
Kemerosotan kinerja perusahaan-perusahaan sekuritas itu diperparah dengan krisis finansial global, sehingga membuat industri efek ini nelangsa. Untuk bertahan dari gempuran krisis, berbagai cara telah dilakukan sejumlah perusahaan sekuritas, salah satunya dengan efisiensi. Segala sesuatu yang tidak menunjang kinerja perusahaan dieliminasi.
Beberapa perusahaan sekuritas mengungkapkan program efisiensinya kepada INILAH.COM akhir pekan lalu. Direktur Utama Danareksa Sekuritas Harry Wiguna mengungkapkan program penghematan dilakukan dari mulai penggunaan dana perusahaan, mengurangi SDM, peningkatan kinerja SDM dan efektivitas pemakaian perangkat kerja.
Kelesuan yang dialami pasar modal Indonesia ini, menurut dia, memberikan dampak cukup hebat pada Danareksa Sekuritas. “Karena krisis merambah ke Danareksa, semua hal yang mengancam kinerja perusahaan dibabat,” akunya.
Harry mengakui ancaman krisis mengakibatkan order asing susut. Sayangnya, ia enggan menyebutkan persentase penyusutan perusahaan sekuritas plat merah ini. Ia menegaskan program efisiensi ini berlangsung hingga semester pertama 2009 atau setidaknya hingga kondisi finansial positif.
Krisis ini pun dialami Trimegah Securities. Direktur Trimegah Rosinu pun mengakui krisis finansial menjadi sentimen negatif. Sentimen ini mengubah seluruh perangkat kinerja Trimegah. Salah satu cara yang dilakukan untuk mengantisipasi kejatuhan adalah program efisiensi. Namun, program efisiensi ini masih dalam tahap pengkajian.
“Kita akan kaji seluruh opsi termasuk kinerja SDM,” akunya. Menurut Rosinu, krisis finansial global bukan hanya dialami perusahaan sekuritas. Semua perusahaan melakukan berbagai cara meningkatkan kinerja di tengah kondisi sulit dengan efisiensi dan efektivitas. Sementara itu, Presdir Trimegah Securities Aviyasa Dwipayana ketika ditanya program efisiensi di perusahaan yang dipimpinnya, hanya menuturkan “Kami belum bisa komentar karena ini masalah sensitif. Kita tidak bisa bicara sembarangan. Nanti kami umumkan."
Senada dengan Harry dan Rosinu, Vice President Valbury Securities Nico Omer Jockheere pun menuturkan hanya SDM yang berkualitas yang perlu dipertahankan. Namun, Nico menolak menyebutkan apakah perusahaan tempat ia bernaung telah melakukan pengurangan SDM.
Dirut AAA Securities Andri Rukmianto menuturkan perusahaan pasti melakukan efisiensi dan efektivitas kinerja. Namun, ia menolak untuk menyebutkan seperti apa yang dilakukan perusahaannya terkait dampak kemerosotan kinerja bursa saham nasional.
Kondisi serupa dialami Harita Kencana Securities. Bahkan Presiden Direktur Christina Lim mengakui perusahaannya tidak dapat melakukan apa-apa. “Pengurangan SDM, not yet,” akunya sembari mengungkapkan adanya transaksi yang turun.
Dari situ tercermin betapa hebatnya dampak yang dialami industri sekuritas akibat anjloknya kinerja pasar modal. Seandainya Sri Mulyani tak nekat, mungkin kondisinya tak separah ini.