Banyak pemicu mahalnya obat di Indonesia, antara lain bahan baku yang harus diimpor dan kolusi antara dokter dan pabrik farmasi. "Bahkan terkadang harga obat di rumah sakit lebih tinggi dibanding apotik," ujar Hasbullah. Padahal seharusnya, rumah sakit mengambil keuntungan dari jasa pelayanan kesehatan, bukan dari penjualan obat.
Bisnis farmasi di Indonesia memang menggiurkan. Indonesia merupakan pasar farmasi terbesar di ASEAN lantaran penduduk Indonesia setengah dari jumlah penduduk ASEAN. Kenyataanya, konsumsi obat di Indonesia jauh lebih rendah di bawah Malaysia, Filipina dan Thailand. Meski demikian, berdasarkan data dari Deputi Pengawasan Produk BP POM, Lucky S. Slamet, kondisi pasar farmasi dari tahun ke tahun meningkat, terutama setelah 2007.
Pada 2007 farmasi Indonesia menghasilkan keuntungan Rp 25,7 triliun. Hingga Juni 2009, setidaknya pasar farmasi Indonesia sudah menghasilkan Rp 32,9 triliun. Artinya terjadi kenaikan Rp 7,2 triliun dalam satu setengah tahun belakangan ini. Bandingkan dengan tahun 2005 ke tahun 2007 yang hanya mengalami kenaikan kurang lebih Rp 2 triliun.
Dari sisi hak paten, pendaftaran hak paten farmasi di Indonesia masih minim. Padahal dengan perlindungan hak paten farmasi, industri farmasi bisa lebih berkembang. Dengan hak paten, produsen farmasi tidak ragu lagi untuk mengambangkan produknya di pasaran. Produsen farmasi juga bisa mengeruk keuntungan dengan memberikan lisensi patennya pada pihak lain. Penerima lisensi juga terlindungi karena produk berlisensi sudah terlindungi paten.
Di sisi lain, perlindungan paten berdampak pada akses masyarakat terhadap obat. Lucky menerangkan dampak perlindungan paten itu adalah tertundanya ketersediaan obat inovasi esensial yang dibutuhkan masyarakat dan umumnya masih dalam perlindungan paten. Dampak lain adalah tertundanya kompetisi obat generik yang berakibat tertundanya penurunan harga obat.
Menurut Direktur Paten Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Departemen Hukum dan HAM, Razilu, pada 2005-2007 kurang dari 2 persen obat didaftarkan hak paten di Ditjen HKI. Padahal hak paten farmasi yang terdaftar di dunia jumlahnya puluhan ribu. Razilu mengatakan celah ini bisa dimanfaatkan untuk mendorong industri farmasi tetap eksis di Indonesia. Yakni, dengan memanfaatkan semua paten farmasi di seluruh dunia yang tidak diajukan ke Indonesia. "Paten itu bersifat teritorial, di luar daerah pendaftaran patennya, hak itu tidak berlaku lagi," ujar Razilu.
Celah lain adalah dengan memanfaatkan semua paten farmasi di seluruh dunia yang diajukan permohonan patennya sebelum lahirnya UU Paten No. 6 Tahun 1989 (sekarang UU No. 14 Tahun 2001). Sebab beleid itu baru efektif berlaku pada 1991, sehingga paten yang belum terdaftar bisa digunakan secara gratis. Selain itu, industri farmasi bisa memanfaatkan paten atau permohoan paten farmasi di Indonesia yang telah dibatalkan, ditolak, ditaris, ditarik kembali atau dianggap ditarik kembali.
Jika hak paten tidak digunakan tiga tahun berturut-turut, pihak ketiga dapat memanfaatkan lisensi wajib. Artinya, atas izin pemerintah, pihak ketiga dapat memproduksi produk farmasi yang masih dilindungi hak paten.
Hal senada diungkapkan Lucky S. Slamet. Menurut Lucky, penggunaan lisensi wajib merupakan celah yang dimungkinkan dalam Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) dan sudah diadopsi UU Paten No. 14/2001. Hanya, kata Razilu, mekanisme lisensi wajib belum bisa dilakukan dengan maksimal lantaran pembahasan Peraturan Pemerintah tentang lisensi wajib tak kunjung rampung. "Secara otomatis pasal tentang lisensi wajib belum bisa dilaksanakan," kata Razilu.
Obat yang masih dilindungi hak paten juga dapat dimanfaatkan dengan meneliti kembali obat tersebut untuk didaftarkan lagi (bolar provision). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 1010/2008, registrasi obat dengan zat berkhasiat yang dilindungi paten di Indonesia dapat diajukan oleh industri farmasi dalam negeri bukan pemegang hak paten. Pengajuan itu dapat diajukan mulai dua tahun sebelum berkhirnya perlindungan hak paten. Akan tetapi boleh diedarkan setelah habis masa perlindungan paten obat inovator.
Alternatif lain adalah pelaksanaan paten oleh pemerintah. Hanya, hal itu bisa dilakukan untuk pertahanan dan keamanan negara atau kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan masyarakat.