Pameran yang berlangsung dari 19-21 Juni 2009 itu digelar untuk menyambut ulang tahun Fakultas Seni Rupa IKJ ke-40, ujar Prahasta, pengelola Gedung Galeri Cipta II, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Senin.
Menurut dia, sejak dibuka pada Jumat (19/6) pekan lalu sedikitnya puluhan hingga seratusan lebih pengunjung baik mahasiswa atau masyarakat umum menikmati hasil-hasil kreasi yang dipamerkan dengan judul "#1@empatpuluhtahun.ikj" itu.
Sebagian besar hasil-hasil kreasi para alumni IKJ yang telah malang melintang sampai puluhan di dunia seni rupa itu didominasi oleh seni lukis, kemudian patung, grafis dan sebagian kecil dalam seni griya kayu, instalasi serta dalam bentuk video.
Lukisan-lukisan yang dipamerkan mengandung makna kritikan sosial bagi semua pihak yang dituangkan dalam goresan cat di atas kanvas berukuran puluhan hingga ratusan centimeter (cm).
Seperti karya Agoes Jolly (50) masuk IKJ tahun 1981 yang melalui lukisan berjudul "perjamuan 5 tahun sekali kepada rakyat" dengan instalasi (mixed media) berukuran 400x300 cm berisi kritik pedas atau sindiran terhadap hukum, politik, ekonomi dan sosial kepada pemerintah.
Kemudian Budi Kurniawan (37) alumni tahun 1996 yang mengambar kehidupan Kota Jakarta dengan gedung pencakar langit, pemulung, banjir, tugu monas dan bencana dalam kotak-kotak kecil yang diberi judul "magic box" dengan cat akrilik di atas canvas 180x120 cm.
Andrew Delano (25) yang masuk IKJ tahun 2004 melukis bagian tubuh belakang seorang wanita dengan jari tangan kanan memegang kantungan plastik transparan berisi orok berjudul "aku membunuh bayiku" dengan cat minyak di atas canvas 150 x 140 cm.
Lalu ada juga instalasi karya Hardiman Radjab (49) alumni IKJ tahun 1987 yang diberi judul "made in Indonesia 1" dengan menggunakan koper (mixed media) membuat miniatur banjir akibat semburan lumpur Lapindo yang merendam rumah warga.
Salah seorang pengunjung mengaku puas dengan melihat hasil-hasil karya seni rupa dari para alumni IKJ yang dipamerkan karena kritik sosial melalui media seni tersebut tersampaikan sebab dengan bahasa sederhana.
"Lukisan dan seni yang dipamerkan ini sangat sederhana sehingga kita mudah memaknai pesan yang terkandung sekaligus menggambarkan realitas masyarakat kita," ujar Rina Septiyana.