SERANG - Semburan lumpur berbau gas di Kampung Astana Agung, Desa Walikukun, Kecamatan Carenang, Kabupaten Serang, Banten, diperkirakan akan berhenti sekitar enam bulan ke depan. Luberan lumpur juga tidak akan meluas seperti yang terjadi di Sidoarjo, Jawa Timur.
Perkiraan itu disampaikan peneliti dari Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Rum Budi, seusai meneliti semburan lumpur, Selasa (23/6) sore. ”Saya perkirakan enam bulan lagi semburan lumpur sudah berhenti,” katanya saat mendampingi Wakil Gubernur Banten M Masduki yang meninjau lokasi semburan.
Perkiraan itu didasarkan pada kejadian semburan lumpur serupa di dekat Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang, yang muncul tahun 2003. Semburan lumpur di daerah itu menghilang begitu saja setelah sekitar enam bulan berlalu.
Menurut Rum Budi, setting geologi daerah Astana Agung tidak jauh berbeda dengan daerah Pontang. Daerah pantai utara (pantura) Serang itu memang mengandung kantong atau blok gas yang letaknya terpisah-pisah.
Semburan lumpur bercampur gas di Astana Agung itu muncul karena ujung mesin bor menyentuh lapisan akuifer, yakni lapisan kulit bumi berpori yang berfungsi menahan air. Lapisan itulah yang mengandung gas dan mendorong air ke permukaan karena pecah setelah terkena ujung mata bor.
Semburan lumpur itu akan berhenti setelah kandungan gas di dalam tanah habis. ”Itu proses keseimbangan alam,” ujarnya menjelaskan.
Selain itu, tim Badan Geologi menyatakan, semburan lumpur itu mengandung karbon dioksida (CO) dan metana atau gas metan (CH). Meski demikian, air yang keluar dari pusat semburan tidak beracun. Kandungan gas dalam air juga akan hilang setelah mengalir sekitar 50 meter dari pusat semburan.
Tak meluas
Bukan hanya itu, semburan lumpur Astana Agung itu juga tidak akan meluas seperti yang terjadi di tambang milik Lapindo Brantas Inc di Sidoarjo, Jawa Timur. Menurut Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, debit air semburan lumpur hanya 5,7 liter per detik sehingga lumpur tidak akan meluap ke permukiman warga.
Selain itu, kemarin, warga yang dibantu polisi dan tentara juga sudah membuat saluran pembuangan lumpur. Melalui saluran itu, lumpur dialirkan ke Sungai Ciujung. Peralatan pengamanan juga sudah dipasang oleh warga, di antaranya pagar keliling setinggi 1,5 meter yang terbuat dari bambu serta papan peringatan larangan merokok dan mendekati pusat semburan.
Bahkan, pada sore hari, pihak PH Japan Foundation sudah mulai membuat kolam penampungan lumpur sesuai dengan hasil kesepakatan bersama dalam rapat di Dinas Pertambangan dan Energi Banten, Senin petang. Lembaga swadaya masyarakat asal Jepang itu juga diminta untuk membuat cerobong pembuangan gas setinggi 6 meter di pusat semburan.
Sementara itu, berdasarkan pantauan, tinggi semburan lumpur sudah menyusut menjadi 0,5 meter. Namun, kolam semburan melebar hingga merusak fondasi bangunan pos kesehatan desa.
Menurut Sorono, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, di Bandung, hingga kini gas memang masih keluar bersama air dengan ketinggian maksimal 60 sentimeter dan diameter sekitar 2 meter.
Gas yang keluar dominan CO maksimal 47 persen dan kandungan gas metan maksimal 14 persen low explosive limit (LEL). Sejauh ini belum terindikasi penurunan tekanan atau aktivitas semburan.