Saham BUMI di hari pertama perdagangan, Senin (22/6) ditutup turun 90 poin ke level Rp 1.850. Sentimen negatif berasal dari turunnnya harga minyak mentah ke level US$ 69,13 per barel. Anjlloknya harga komoditas ini menekan saham sektor pertambangan sehingga rontok 3,4%. IHSG pun melemah 15,445 poin (0,78%) ke level 1.975,027.
Pada awal pekan ini, Departemen Hukum dan HAM merilis data bahwa PT Bakrie Capital Indonesia di awal tahun ini masih menjadi pemilik PT Pendopo Energi Batubara. Dimana, Bakrie Capital memiliki 5,4 juta atau 90% saham Pendopo Energi. Padahal pada laporan keuangan PT Bakrie & Brothers (BNBR) dan BUMI kuartal pertama 2009, Bakrie Capital memiliki 2,01% saham BNBR, sedangkan BNBR memiliki 13,67% saham BUMI.
Ini berarti, BNBR, BUMI dan Bakrie Capital masih memiliki hubungan afiliasi. Perseroan belum mau mengomentari terkait berita tersebut. Sementara itu, Bapepam dan BEI masih terus meneliti akuisisi BUMI terkait afiliasinya.
Kabar buruk masih melanda saham BUMI keesokan harinya. Penurunan ini dipicu oleh saham-saham sektor pertambangan menyusul melemahnya harga-harga komoditas utama dunia, seperti minyak yang merosot ke level US$ 67 per barel. IHSG pun melemah 3,07% di level 1.914,385.
BUMI pun terpantau anjlok 190 poin ke level Rp 1.660, setelah menyentuh level terendah di Rp 1.650. Koreksi ini terjadi, menyusul berita bahwa BUMI akan menggadaikan saham anak usahanya, KPC, Arutmin dan Herald untuk memperoleh pinjaman. Dana itu akan digunakan untuk capex dan modal kerja. Saham KPC dan Arutmin akan digadaikan ke ICICI Bank, sementara saham Herald akan dijaminkan ke Credit Suisse.
Selain itu, BUMI juga menjajaki opsi fidusia atas tagihan rekening bank, klaim asuransi, escrow account, dan jaminan kekayaan lain milik perseroan dan anak usahanya. Sebagai catatan, Pada kuartal pertama 2009, utang jangka pendek BUMI mencapai US$ 20 juta.
Sedangkan utang jangka panjang sebesar US$ 1,11 miliar. Dari total utang jangka panjang itu, sebanyak US$ 508,15 juta akan jatuh tempo kurang dari 1 tahun. Ini berarti sisa utang jangka panjang bersih BUMI mencapai US$ 607 juta.
Meskipun rencana ini masih menunggu persetujuan RUPSLB. Namun, investor menggunakan momentum ini untuk memperjualbelikan saham BUMI. Tak heran, emiten batubara ini terpantau sangat aktif , dengan volume transaksi melonjak mencapai 683 juta lembar saham, dengan nilai Rp 1.165 triliun dan frekuensi 14,894 kali. Ini adalah transaksi teraktif perseroan selama sepekan.
Setelah terpuruk dua hari berturut-turut, BUMI pada Rabu (24/6) kembali menemukan titik cerah. Saham anak usaha Bakrie ini berhasil rebound seiring penguatan IHSG ke level 1.995,674. BUMI ditutup melonjak 190 poin kembali ke posisi awal pekan ini di angka Rp 1.850. Saham pertambangan memberi dukungan terbesar penguatan bursa, dengan melonjak 8,9%, merespon kenaikan harga minyak ke level US$ 69,24 per barel.
Pada Kamis (25/6), saham BUMI masih melanjutkan penguatan sebesar 70 poin ke level Rp 1.920. Indeks saham pun ditutup naik 48,497 poin (2,43%) ke level 2.044,171, terimbas sentimen positif Bank Sentral AS yang menahan suku bunga acuannya.
Pasar mengantisipasi rapat umum pemegang saham (RUPS) tahunan yang diadakan keesokan harinya. Salah satu agendanya adalah membahas persetujuan penggunaan laba 2008 untuk pembagian dividen. Jika nilainya sesuai ekspektasi diprediksi mampu mengangkat harga sahamnya.
Namun, di penghujung pekan, Jumat (26/6), BUMI kembali melemah. Penguatan harga minyak mentah hingga ke level US$ 70 per barel, tidak mampu menahan aksi profit taking investor. BUMI akhirnya ditutup turun 40 poin ke level Rp 1.880.
Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) BUMI memutuskan membagikan dividen tunai sebesar Rp 50,60 per lembar saham. Nilai itu setara dengan 15% dari laba bersih 2008 sebesar US$ 645 juta. Nilai ini terlalu kecil sehingga sulit mengangkat saham BUMI.
Rapat itu juga menyetujui penjaminan sebagian besar atau seluruh aset perusahaan untuk memperoleh utang guna kebutuhan ekspansi perseroan, seperti Arutmin dan KPC. Kendati tujuan menggadaikan aset adalah untuk tujuan capex yang pada akhirnya meningkatkan produksi, namun pelaku pasar mengkhawatirkan pengelolaan utang perseroan. Jika utangnya tidak dikelola dengan baik, ada peluang asetnya lepas. Padahal, KPC dan Arutmin merupakan ladang emas BUMI.