"Ekplorasi migas di Indonesia sangat rendah diakibatkan tidak didukung kondisi pasar. Di mana harga yang dijual tidak menguntungkan produsen," kata guru besar ekonomi dan pengelolaan migas ITB Widjajono Partowidagdo, kepada wartawan di Jakarta, Jumat (3/7/2009).
Oleh sebab itu, guna meningkatkan ekplorasi migas, pemerintah dinilai perlu memperbaiki iklim investasi dengan memperbaiki regulasi, adanya kepastian dan pelayanan yang baik. "Investasi ibarat rumah makan, kalau Anda puas beritahu yang lain. Bila tidak sampaikan kepada pemiliknya," ungkapnya.
Selain itu, dirinya juga mengusulkan agar harga BBM kedepan tidak perlu lagi disubsidi dan sesuaikan dengan kondisi pasar. Langkah tersebut dilakukan, agar masyarakat tidak lagi tergantung pada BBM dan sebaliknya bisa beralih kepada energi alternatif, seperti panas bumi.
"Energi terbarukan, seperti panas bumi harus disubsidi melalui dana subsidi agar bisa membangun infrastruktur yang cukup," tuturnya.
Kata Widjajono, menyusutnya lifting migas di Indonesia lebih disebabkan kendala kordinasi antardepartemen, pembebasan lahan, dan perizinan dari Perda.
Kendala tersebut memaksa para investor migas asing kurang bertahan lama di Indonesia, karena dinilai investasi yang mahal.
Sebelumnya, dia menyampaikan cadangan minyak di Indonesia sebesar 3,7 miliar barel dan dipastikan hanya akan mencukupi sampai 10 tahun. Berbeda dengan Irak yang memiliki cadangan minyak 115 miliar barel dan disusul Iran yang miliki 130 miliar barel.