JAKARTA: Selama proses pemungutan suara pemilu presiden, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengantongi adanya laporan pelanggaran sebanyak 463 kasus, di mana pelanggaran administrasi sebanyak 350 kasus, pelanggaran pidana 58 kasus dan sisanya adalah pelanggaran lain-lain. Demikian disampaikan Anggota Bawaslu Wahidah Suaib, ketika ditemui di Kantor Bawaslu, Jakarta.
"Salah satu yang paling banyak terjadi adalah logistik kurang atau rusak sebanyak 165 kasus," ujar Wahidah, Minggu (12/7).
Selain itu, ada juga pelanggaran pendirian Tempat Pemungutan Suara (TPS) di tempat ibadah sebanyak 78 kasus. Dalam UU diataur pelaksanaan kampanye dan pendirian TPS tidak boleh dilakukan di tempat ibadah. Selain itu, juga ada Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang tidak menempelkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan contoh surat suara dan foto pasangan calon, sebanyak 21 kasus.
Bawaslu juga menerima laporan adanya pemilih ganda dalam DPT sebanyak 16 kasus. "Ada juga warga negara indonesia (WNI) yang tidak berhak memilih, namun melakukan pencontrengan. Misalnya, belum berumur 17 tahun," tutur perempuan berjilbab ini.
Laporan lainnya, adanya surat suara yang telah tercontreng di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan sebanyak 40 surat suara.
Kasus KPPS yang tidak menyerahkan formulir c1 kepada saksi maupun panwas ada 15 kasus, jumlah pemilih yang mencontreng lebih dari sekali sebanyak 11 kasus, money politik sebanyak 6 kasus, dan mewakili orang lain menggunakan hak pilihnya ada 5 kasus.
"Money politic, ada pembagian uang di hari H, pembagian sembako di pagi hari. Tetapi kami belum kroscek lagi money politic. Tim sedang berupaya untuk kroscek," ujarnya.
Lebih jauh Wahidah mengatakan saat ini pihaknya tengah memproses pelanggaran pidana dan akan diajukan ke kepolisian.