"Dari lapisan-lapisan paleotsunami, peneliti bisa tahu kapan tsunami itu pernah terjadi, dan ada kecenderungan berulang sehigga bisa diperkirakan kapan kemungkinan bencana alam serupa terjadi lagi," kata Irina Rafliana dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Banda Aceh, Selasa (14/7).
Dia mencontohkan seperti tsunami yang pernah terjadi di kepulauan Nikobar pada tahun 1874 dengan siklus selama 38 tahun dan di Andaman pada 1881 siklusnya antara 60-61 tahun.
"Kita tidak tahu kapan pastinya tsunami terjadi. Meskipun ada ramalan-ramalan yang mengatakan bahwa tsunami akan terjadi memang benar tapi tidak bisa dikatakan kapan pastinya terjadi," tambahnya.
Dia menjelaskan, para peneliti pernah menemukan lapisan pasir pada daerah di pedalaman Thailand dan setelah diteliti endapannya sama dengan tsunami 2004 sehingga diperkirakan di daerah itu sebelumnya juga pernah terjadi tsunami.
Kemungkinan tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004 juga akan kembali terjadi namun tidak diketahui kapan kepastiannya. Di Aceh sendiri tsunami juga pernah terjadi di Simeulue sebelum tahun 2004 sehingga di daerah tersebut memiliki kearifan lokal yang disebut "smong".
Karena kearifan lokal smong atau tsunami yang dikenal masyarakat Simeulue itulah maka saat tsunami 2004 terjadi hanya tiga warga yang menjadi korban jiwa karena saat gempa bumi warga langsung menyelamatkan diri ke daerah yang lebih tinggi.
Ia mengatakan, masyarakat yang tinggal di kawasan Samudera Hindia perlu meningkatkan kewaspadaan karena berada di jalur yang rawan gempa bumi dan tsunami.
Meskipun pusat gempa bumi jauh dari Aceh namun perlu tetap waspada karena kawasan Samudera Hindia tetap terkena dampaknya seperti saat tsunami 2004 yang imbasnya dirasakan hingga ke Maladewa, Sri Lanka maupun negara lainnya.