Obat itu pahit dan tidak enak! Begitulah persepsi yang seolah sudah terpatri di benak sebagian besar orang, termasuk anak kecil. Akibat sudah tersugesti demikian, bayangan akan rasa obat yang pahit dan baunya yang tidak enak sudah muncul, bahkan sebelum menelannya.Keraguan dan ketakutan yang sudah lebih dulu timbul menyebabkan anak bersikap "tidak sepenuh hati" ketika menelan obat.
Akibatnya, obat sulit masuk, baru ditelan sudah dimuntahkan. Memasukkan obat ke dalam badan melalui mulut sebenarnya berlangsung sangat singkat dalam hitungan detik. Adapun yang kerap jadi bumerang bagi orangtua, terutama para ibu, adalah prosesi sebelum minum obat yang acapkali menyita waktu cukup lama. Apalagi pada anak yang baru pertama kali minum obat sendiri (artinya bukan saat bayi), perlu waktu dan kesabaran ekstra untuk membujuk dan mengajarinya.
"Waktu itu anak saya baru berumur 6 tahun, saya minta dia minum tablet obat cacing. Begitu diminum, obatnya langsung dimuntahkan lagi, begitu terus berulang kali, sampai akhirnya saya nyerah sendiri," ungkap Erma, seorang ibu berputra tiga.
Pengalaman tersebut mungkin juga dialami para ibu lainnya.Namun, penting dicatat bahwa kegagalan anak meminum obat jangan sampai membuat mereka trauma. Sebab, efeknya bisa jadi si anak seterusnya tidak mau minum obat lagi. Begitu pun ketika mendapati anak memuntahkan obat, janganlah dimarahi, justru berikan semangat.
Beri jeda sebelum mencoba mengulang pemberian obat lagi dan jangan lupa memberi pujian bila akhirnya anak berhasil menelan obat. Hal lain yang perlu diperhatikan jika anak memuntahkan obat sesaat setelah meminum obat, ulangi pemberian obat dengan dosis yang sama.
Namun, jika muntah setelah lebih dari setengah jam, tidak perlu diulangi. Cukup lanjutkan pola pemberian obat pada waktu pemberian obat berikutnya. Sebab, menurut Dr Yahdiana Harahap MS Apt dari Farmasi UI, jika obat sudah masuk ke dalam tubuh kemungkinan sudah ada bagian obat yang terserap tubuh dan masuk peredaran darah. "Jadi tidak perlu diulangi lagi," katanya.
Sementara itu, psikolog Sri Sulistianti Psi atau yang akrab disapa Yanti mengemukakan,situasi yang kondusif dan menyenangkan diperlukan saat menemani anak minum obat. "Kondisikan situasi yang tidak mengancam, artinya tidak ada ancaman atau paksaan. Kadang orangtua juga panik ketika anaknya sakit sehingga tanpa sadar memaksa anak minum obat," ujarnya.
Dalam mengajarkan anak minum obat, Yanti menyebutkan, hal terpenting adalah penanaman pemahaman dan motivasi tentang mengapa si anak harus minum obat? Berilah penjelasan dengan bahasa sederhana bahwa obat-obatan bisa membantu menyembuhkan penyakit.
Toh, mereka juga merasakan sendiri bahwa ketika demam misalnya, badan terasa panas dan tidak enak, tidur tidak nyenyak, makan pun tidak nikmat. Nah, dengan begitu anak jadi termotivasi, bahwa kalau ingin sembuh, bobo nyenyak dan makan enak, virus penyebab penyakit harus dienyahkan dengan cara minum obat.
"Motivasi boleh saja dilakukan melalui 'iming-iming' sederhana. Misalkan, kalau sudah sembuh, adek boleh ikut mama jalan-jalan," saranYanti.
Ia menambahkan, kondisi fisik anak turut menentukan sulit dan tidaknya membujuk anak minum obat. Yanti mengungkapkan, berdasarkan pengalaman, paling sulit membujuk anak kalau dalam kondisi sakit atau demam, di mana badan juga terasa tidak enak.
"Biasanya anak rewel atau maunya tidur saja. Beda dengan kalau batuk pilek biasa," sebut dia.
Masih kesulitan membujuk dan mengajari anak dengan katakata? Cobalah menggunakan media yang disenangi anak, seperti yang dilakukan Siti.
Warga Bogor yang sehari-hari bekerja di RSCM Jakarta ini mencoba pendekatan dengan pola bercerita melalui buku-buku. Cari buku-buku yang menceritakan tantang anak yang sakit dan harus minum obat. "Kemukakan penyebabnya apa? Misalkan garagara malas cuci tangan sih.Dengan begitu, anak juga jadi tahu bahwa cuci tangan itu penting," ungkapnya.