Selasa, 4 Maret 2025
Akankah ketegangan antarelit itu kini mencapai titik kulminasi menyusul ledakan bom ini? Bagaimana pun, bom teroris itu adalah musuh bersama, juga musuh bersama Mega-Prabowo dan SBY-Boediono maupun Jusuf Kalla Wiranto.
Pengamat intelejen Wawan H Purwanto belum bisa menyimpulkan sumber ledakan yang terjadi di kawasan Mega Kuningan tersebut. Namun, dari obyek tempat dan kapasitas ledakan yang muncul, ia menduga ledakan tersebut berasal dari bom.
"Saya menduga itu berasal dari ledakan bom, meski harus menunggu dari pemeriksaan secara komprehensif," katanya di Jakarta, Jumat (17/7). Wawan juga menegaskan, sangat terbuka kemungkinan pelaku ledakan bom tidak terlepas dari jaringan teroris yang masih ada di Indonesia.
Hal ini pula tidak terlepas dari temuan jaringan teroris di Plumpang, Lampung, Palembang, dan Cilacap. "Saya kira masih ada kaitannya dengan temuan di wilayah tersebut," tegasnya.
Analis lainnya melihat, ledakan bom itu sekaligus ledakan politik karena ternyata persoalan keamanan dan perdamaian belumlah selesai di republik ini. Para teroris dengan mudah memanfaatkan konflik antarelite politik dalam pilpres, antara gerakan satu putaran versus dua putaran, antara kekuatan nasionalis versus IFES (Amerika) yang mengintervensi pemilu presiden.
"Ini kompleksitas masalah, dari bom teroris, isu IFES versus independensi pilpres, sampai isu dukungan Barrack Obama (AS) untuk SBY dan perlawanan Mega-Prabowo atas ketidaknetralan KPU serta isu kecurangan yang serius," kata Al Chaidar, pengamat terorisme dan politik Islam.
Puluhan korban telah dievakuasi ke Rumah Sakit MMC Kuningan, dan Rumah Sakit Jakarta. Jumlahnya korban terus bertambah. Sebagian besar korban yang masuk ke RS MMC adalah dari warga negara asing. Luka-luka yang paling banyak di derita adalah luka bakar dan berdarah terkena serpihan kaca akibat ledakan itu.
Ledakan di Hotel JW Marriot dan Hotel Ritz Carlton ini mengingatkan kembali dentuman bom yang berkekuatan besar di depan Kedutaan Besar Australia dan Hotel JW Marriot beberapa tahun lalu.
Tak pelak, peristiwa itu menghentak kesadaran bahwa ancaman teroris yang melahirkan rasa tidak aman. Kutukan dunia internasional terhadap aksi teroris yang merenggut jiwa tak berdosa itu, makin menunjukkan lemahnya kinerja aparat intelijen dan profesionalitas kepolisian dalam menjinakkan terorisme di Tanah Air.
'Tragedi bom' ini merupakan rangkaian sejumlah tindak kekerasan teroris yang makin mengancam keamanan menjelang pengumuman hasil Pilpres. Para analis melihat, peristiwa 'bom politik kekerasan' yang memalukan dan memilukan bangsa di mata internasional ini ditengarai dilakukan kelompok jaringan teroris yang masih berkaitan dengan gerakan radikal pimpinan Dr Azahari (almarhum) dan Noordin Moh Top.
"Gerakan teroris ini memang masih punya jaringan dan sel-sel yang aktif," ujar Al Chaidar. Jaringan Azahari dan Nurdin Top itu masih akrif. Jaringan teror tokoh teroris asal Malaysia itu diduga kuat terlibat sejumlah pengeboman di Tanah Air seperti bom Bali, Hotel JW Marriott, dan Kuningan ini adalah kelompok teroris Islam radikal. Ini membenarkan sinyalemen perihal masih aktifnya jaringan terorisme di Indonesia.
