Anggota majelis kasasi, Syamsul Maarif mengaku lupa apa pertimbangan hukum MA yang menguatkan putusan KPPU itu. "Habis sudah lama. Ditunggu saja yah putusannya turun," ujarnya pada Hukumonline, saat dihubungi via telepon, Jumat (17/7) kemarin. Tak heran, perkara No. 158 K/PDTSUS/2009 itu sudah diputus pada 23 Juni 2009 lalu. Bertindak selaku ketua majelis kasasi adalah Abdul Kadir Mappong serta beranggotakan Syamsul dan Mohammad Saleh.
Hingga kini, salinan putusan itu memang belum sampai ke tangan para pihak. Kasubdit Litigasi KPPU M. Reza membenarkan hal itu. "Saya senang MA mengambil sikap yang sama dengan KPPU," ujarnya via telepon. Sementara kuasa hukum EMI, Andi F. Simangunsong menyatakan belum bisa memberikan komentar lantaran belum menerima salinan putusan. "Nanti saja yah," ujarnya.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga menolak keberatan yang diajukan EMI dan empat pemohon lainnya pertengahan Desember 2008. Majelis hakim yang diketuai Panusunan Harahap memerintahkan EMI Asia dan EMI Indonesia untuk membayar ganti rugi kepada PT Aquarius Musikindo sebesar Rp3,81 miliar.
Putusan itu senada dengan putusan KPPU pada akhir April 2008. Dalam putusan KPPU, selain hukuman ganti rugi, EMI Cs juga dijatuhi sanksi denda Rp1 miliar karena terbukti melanggar Pasal 23 UU No.5/ 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Ketiga putusan itu makin menegaskan bahwa EMI dan band Dewa 19 terbukti bersekongkol untuk mendapatkan informasi rahasia PT Aquarius Musikindo -perusahaan rekaman Dewa 19 sebelum beralih ke EMI. Persekongkolan itu melanggar Pasal 23 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli).
Dalam kasasinya, EMI menilai perkara EMI ini terkait perjanjian hak cipta bukan persaingan usaha. Alasan ini sama dengan alasan keberatan yang diajukan ke Pengadilan Negeri jakarta Pusat. Ketika itu, kuasa hukum EMI, Andi Simangunsong menyatakan pihak yang paling berwenang memeriksa adalah Pengadilan Niaga.
Sementara jika KPPU menganggap kasus itu merupakan pelanggaran rahasia dagang dan wanprestasi, maka yang berwenang memeriksa adalah Pengadilan Negeri, bukan KPPU. Dalam kasainya, juga menyatakan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan KPPU hanya berdasarkan suatu sangkaan atau asumsi.
Dalil itu dibantah KPPU karena putusan KPPU sudah mengacu pada fakta yuridis yang terungkap dalam pemeriksaan. Hasil pemeriksaan menunjukan bahwa perkara tak berkait dengan hak cipta, melainkan persekongkolan antar pelaku usaha untuk mendapatkan informasi rahasia perusahaan pesaing. Tindakan itu bisa mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sehingga jelas menjadi ranah KPPU.
Kasus ini berawal dari laporan PT. Aquarius Musikindo ke KPPU pada Februari 2007. Perusahaan studio rekaman yang selama 12 tahun melahirkan enam dari delapan album Dewa 19 itu mempersoalkan kepindahan grup Band Dewa 19 ke EMI Music. Soalnya, kepindahan itu lebih mengarah pada pembajakan dan pencurian rahasia kontrak antara Dewa 19 dengan Aquarius.
Pencurian rahasia perusahaan itu melibatkan EMI Indonesia, Arnel Affandi (mantan kuasa hukum Dewa 19 yang juga pernah menjabat Wakil Ketua ASIRI -Asosiasi Industri Rekaman Indonesia) dan personil grup band yang tenar dengan album 'Republik Cinta' itu. Persengkongkolan kemudian melibatkan bos perusahaan rekaman Blackboard Iwan Sastrawijaya. Akibat pembocoran rahasia (kontrak) itu Aquarius menderita kerugian Rp 4,2 milyar lebih.
Laporan Aquarius itu pun disambut KPPU. Selaku lembaga pengawas UU Anti Monopoli, Komisi itu merasa berwenang untuk mengawasi terjadinya persaingan usaha tidak sehat yang terjadi baik dalam industri rekaman maupun sektor industri lainnya. Dalam laporan Tim Pemeriksa kepada Majelis Komisi, ditemukan sejumlah bukti persekongkolan dalam membongkar rahasia perusahaan Aquarius. Pun dengan hasil pemeriksaan para saksi yang mengamini terjadinya persekongkolan itu.
Salah satu kesalahan yang dibuat oleh EMI Music dan Dewa 19 adalah keduanya tidak melakukan klarifikasi lebih dulu kepada Aquarius. Padahal Dewa 19 waktu itu masih terikat kontrak dengan Aquarius. Tim Pemeriksa juga menemukan modus lainnya, dimana setelah Dewa 19 pindah ke EMI Music, Arnel Affandi selaku penghubung Dewa 19 dengan EMI Music, diangkat menjadi Managing Director EMI Indonesia. Begitu juga dengan Iwan Sastrawijaya yang kemudian diangkat sebagai Direktur EMI Indonesia, setelah Arnel Affandi menjadi Managing Director EMI Indonesia.