Panitia memang berjanji akan mengembalikan uang tiket penonton, tetapi tak ada waktu pasti, kapan uang akan kembali. Sejumlah pihak telah menyoroti adanya pelanggaran hak konsumen dalam kasus itu.
Untuk memberikan gambaran tentang dasar hukum pengaduan konsumen, berikut penjelasan singkatnya.
A. Perbuatan Melawan Hukum (Onrecchmatige Daad)
Pasal klasik yang selalu dijadikan pijakan dalam gugatan perdata dengan konstruksi hukum perbuatan melawan hukum adalah Pasal 1365 KUH Perdata yang isinya, tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
Dengan demikian ada empat unsur yang harus dipenuhi dalam konstruksi hukum perbuatan melawan hukum, yaitu:
(1) Adanya perbuatan melanggar hukum;
(2) Menimbulkan kerugian;
(3) Adanya unsur kesalahan; dan
(4) Ada hubungan kausalitas antara perbuatan hukum dan kerugian yang timbul.
Perbuatan melawan hukum dapat dipahami baik dalam arti sempit, terbatas pada pelanggaran undang-undang, maupun dalam arti luas, yaitu meliputi baik pelanggaran terhadap undang-undang dan perbuatan manusia yang melanggar hak-hak orang lain.
Dalam konteks perbuatan melawan hukum dalam arti sempit berupa pelanggaran undang-undang, selain KUHPerdata, untuk bidang/sektor perumahan meliputi antara lain pelanggaran terhadap:
(1) UU Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun;
(2) UU Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman;
(3) UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
(4) UU Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi;
(5) UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Dalam perspektif advokasi konsumen, konstruksi perbuatan melawan hukum sekurang-kurangya ada dua titik lemah. Pertama, masalah pembuktian unsur kesalahan dan adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan melanggar hukum dan timbulnya kerugian. Ini merupakan sesuatu yang tidak mudah dilakukan oleh konsumen.
Kedua, adanya unsur kesalahan. Dalam kasus-kasus konsumen, terlepas dari siapa yang bersalah, risiko atau kerugian secara riil kadang sudah diderita oleh konsumen, seperti dalam kasus adanya kerusakan/kegagalan bangunan suatu rumah susun.
Dalam format konstruksi hukum perbuatan melawan hukum Pasal 1365 KUH Perdata (atau Pasal 1401 Burgerlijk Wetbook), konsumen harus dapat membuktikan bahwa risiko akibat kegagalan bangunan disebabkan oleh penyelenggara pembangunan. Apabila konsumen tidak dapat membuktikan kesalahan, otomatis gugatan akan ditolak.
B. Wanprestasi/Cedera
Istilah wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang berarti prestasi buruk. Wanprestasi dapat berupa:
(1) Tidak melaksanakan apa yang sudah diperjanjikan;
(2) Melaksanakan apa yang diperjanjikan tidak sebagaimana mestinya;
(3) Melaksanakan apa yang diperjanjikan tapi terlambat; dan
(4) Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Persoalan di lapangan adalah pengertian perjanjian dalam wanprestasi terbatas pada perjanjian yang ditandatangani oleh kedua belah pihak. Tidak termasuk di dalamnya adalah korespondensi, brosur, leaflet yang kadang juga berisi janji-janji pelaku usaha kepada konsumen.
Disarikan dari buku Panduan Bantuan Hukum di Indonesia (YLBHI, 2009)