Majelis hakim yang beranggotakan Nani Indrawati dan Eli Marliani, dalam putusannya juga menunjuk hakim Syarifuddin selaku hakim pengawas pailit. Sedangkan kurator yang ditunjuk untuk membereskan harta pailit adalah Tommy S. Siregar.
Sebelumnya, PT Orix mengajukan permohonan pailit ke pengadilan pada awal Juli lalu. Setelah didaftarkan di kepaniteraan, perkara No. 37/Pailit/2009/PN.Niaga.JKT.PST itu kemudian digelar pada 15 Juli 2009 lalu. Namun sejak sidang perdana digelar hingga putusan dibacakan, PT Infoasia maupun kuasanya tak pernah hadir di persidangan. Padahal pengadilan telah mengirimkan dua kali surat panggilan sidang secara sah dan patut.
Sebelum putusan dibacakan, Makassau sempat memerintahkan panitera untuk memanggil pihak dari PT Infoasia di luar ruang sidang. Namun hasilnya tetap nihil. "Termohon tidak pernah hadir, tapi ada yang SMS saya minta tidak dipailitkan, mana bisa," ujar Makassau.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan ketidakhadiran PT Infoasia menunjukan perusahaan itu tak menggunakan haknya untuk membela diri. Majelis hakim menilai perusahaan yang didirikan pada 22 Februari 1995 itu mengetahui adanya permohonan pailit. Pasalnya, setelah permohonan pailit diberitakan di harian Kontan, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) meminta klarifikasi ke PT Infoasia dan segera ditanggapi.
Sebagai informasi, PT Infoasia hingga kini masih tercatat sebagai emiten di BEI. Dalam website BEI tercatat Direktur Utama PT Infoasia dijabat oleh Didi Supriyanto. Kepemilikan saham perusahaan itu pada 30 Juni 2009 dimiliki oleh Pledge Account Infoasia sebesar 43 persen, Eurochina Capital Pte Ltd sebesar 15 persen dan PT Infoasia Inti sebesar 8 pesen. Dalam keterbukaan informasi kepada BEI, PT Infoasia berencana melakukan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST). Salah satu agendanya adalah perubahan susunan komisaris dan direksi perseroan.
Menurut majelis hakim, PT Infoasia berkali-kali lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran fasilitas pembiayaan guna usaha senilai Rp7,724 miliar. Fasilitas pembiayaan tersebut digunakan untuk pengadaan peralatan teknologi informasi, antara lain 170 unit SON Metro B250 Outdoor Seed dan 128 unit NDC NWH0303 Surge Protector.
PT Infoasia sepakat membayar fasilitas pembiayaan ini dengan cara mengangsur setiap bulan sampai September 2011. Awalnya, PT Infoasia memang mematuhi kewajibannya dengan membayar angsuran sebesar Rp81,084 juta setiap bulan. Akan tetapi, pada bulan keempat, yakni Oktober 2008, pembayaran seret. Perusahaan itu hanya membayar sebanyak Rp81,084 juta per bulan dari Rp237,535 juta yang seharusnya dibayar.
Sebelum mengajukan permohonan pailit, PT Orix pernah mengirimkan surat peringatan (somasi) sebanyak tiga kali. Mengingat PT Infoasia belum memenuhi kewajibannya itu, akhirnya PT Orix mengajukan kepailitan. "Termohon masih belum membayar secara penuh (pinjaman) pokok dan bunganya,' kata Makassau.
PT Infoasia juga terbukti memiliki kreditur lain berdasarkan Laporan Keuangan PT Infoasia dan anak perusahaan 2007 dan 2008. Dalam laporan yang telah dilaporkan ke BEI itu, PT Infoasia mengaku berutang pada PT Bank International Indonesia Tbk dengan tagihan Rp8 miliar.
Dalam permohonan juga disebutkan bahwa PT Infoasia berutang pada pemegang obligasi Infoasia Teknologi Global I tahun 2004. Obligasi rupiah itu diterbitkan pada 24 Desember 2004. PT Bank Mega Tbk selaku wali amanat telah mengumumkan utang obligasi itu dalam Pengumuman Hasil Rapat Umum Pemegang Obligasi Infoasia Teknologi Global I tahun 2004 Dengan Tingkat Bunga Tetap pada 10 Juni 2009.
Pemegang obligasi itu antara lain, Yayasan Kesejahteraan Pegawai Bank Rakyat Indonesia, Dana Pensiun Krakatau Steel, Dana Pensiun Perumnas, Reksadana Bahana Dana Arjuna, Reksa Dana Ganesha Abadi, serta Reksa Dana Jisawi Pendapatan Tetap.
Kuasa hukum PT Orix, Swandy Halim, menyatakan puas atas putusan hakim "Sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku," katanya usai bersidang. Menurutnya, putusan majelis hakim harus serta merta dijalankan meskipun ada upaya hukum kasasi dari PT Infoasia.