cuplik.com - JAKARTA, KAMIS — Renggangnya hubungan PT Pertamina (Persero) dengan Komisi VII DPR akibat sepucuk surat sepertinya tidak mendapat perhatian serius dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro.
Purnomo mengaku, sampai saat ini dirinya belum mendapat laporan dari Pertamina maupun keluhan langsung dari Komisi VII DPR yang menganggap BUMN perminyakan tersebut melecehkan Dewan.
"Saya hanya baca di koran karena pada saat itu terjadi saya di Riau. Saya tidak bisa kasih komentar, kalau tahu permasalahannya saya baru komentar," ujar Purnomo sebelum workshop "Study on Energy Conservation and Efficiency Improvement in Indonesia” di Hotel Gran Melia, Kamis (19/2).
Sebelumnya, surat yang dilayangkan Sekretaris Perusahaan Pertamina Toharso membuat seluruh anggota Komisi VII DPR berang.
Wakil Ketua Komisi VII Sonny Keraf di tengah-tengah rapat dengar pendapat dengan jajaran direksi BUMN perminyakan itu membacakan sepucuk surat yang diteken Toharso yang isinya, menurut Sonny, sangat menyinggung hak anggota DPR. "Surat itu menyebut kalau Sekretaris Perusahaan keberatan dengan sikap dan pertanyaan-pertanyaan anggota Dewan dalam rapat dengan direksi sebelumnya, 10 Februari 2009. Dia menuding anggota Dewan meragukan kemampuan jajaran Direksi baru yang mencecar dengan beragam pertanyaan," kata Sonny dengan emosi, Senin (16/2).
Sontak, setelah Sonny membacakan surat bernomor 0131/N00000/2009-SO tersebut anggota Dewan ikut-ikutan terbakar emosi. Anggota Komisi VII dari Fraksi PAN, Alvin Lie, langsung meminta Toharso menunjukkan diri. Lalu berkomentar, "Anda kan hanya sekretaris perusahaan, bahkan menteri sampai presiden pun tidak pernah melecehkan hak DPR untuk melontarkan pertanyaan kepada mitra kerjanya," kata Alvin.
Toharso yang dituding melecehkan anggota Dewan pun beralasan, "Dalam rapat sebelumnya telah bertindak di luar tata tertib DPR Pasal 110 sampai 112," katanya.
Dalam suratnya, Toharso menyebutkan bahwa pihaknya kecewa melihat jalannya rapat sampai akhirnya menyimpang dari pokok bahasan rapat. "Yang terjadi dalam rapat itu bukan rapat dengar pendapat, akan tetapi seperti mengadili jajaran direksi Pertamina yang baru," kata Toharso dalam surat tertanggal 13 Februari 2009. Surat tersebut ditembuskan kepada Ketua DPR, Menteri Negara BUMN, Komisaris Utama Pertamina, serta Direktur Utama Pertamina.
Sutan Bhatoegana, Wakil Ketua Komisi VII dari Fraksi Partai Demokrat, yang biasanya sangat membela Pertamina pun menyayangkan surat tersebut. "Ini jelas salah. Komisi VII pernah punya pengalaman buruk dengan mantan Ketua BP Migas yang juga melecehkan Dewan. Waktu itu kami menolak rapat dengan orang itu sampai dia diganti. Rapat ini harus diskors sampai batas waktu yang tidak ditentukan," tandasnya.
Untungnya Toharso mendapat pembelaan dari Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan. Menurut Karen, surat tersebut merupakan sikap resmi Pertamina karena sudah mendapat pertimbangan dari bagian hukum perseroan dan Corporate Secretary.
Karen bahkan mengaku tersinggung atas pernyataan salah satu anggota Komisi VII yang menyamakan direksi Pertamina dengan petugas satuan pengamanan (satpam). "Waktu itu ada yang menghina direksi, sampai disamakan dengan satpam. Itu kan sudah di luar konteks," kata Karen. Walhasil, pemerintah selaku pemegang saham Pertamina harus memutar otak supaya hubungan Pertamina dengan Komisi VII kembali harmonis.
