Mahkamah Agung (MA) akhirnya mengabulkan kasasi Tengku Azmun Jaafar sekaligus mengembalikan hukuman Bupati Pelalawan itu seperti putusan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Majelis hakim kasasi menjatuhkan hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp500 juta, subsidair 6 bulan kurungan. Dalam putusan No. 736 K/Pidsus/2009/MA itu, Azmun juga dihukum membayar uang pengganti Rp12,367 miliar. Jika tak dibayar satu bulan perkara setelah inkracht, Azmun akan diganjar hukuman 4 tahun penjara.
"Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagai perbuatan berlanjut," ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA, saat konferensi pers di MA, Senin (03/8). Namun Nurhadi tak menjelaskan apa pertimbangan hukum majelis hakim yang diketuai Djoko Sarwoko itu. "Kembali ke putusan Pengadilan Tipikor," imbuhnya.
Serentetan barang bukti dalam perkara Azmun dirampas untuk negara. Bahkan ada beberapa diantaranya yang dikompensasikan untuk membayar uang pengganti, antara lain sertifikat tanah di Tangkerang Selatan, Riau.
Mengacu pada putusan Tipikor, Azmun terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang di-juncto-kan dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 KUHP. Hal itu sesuai dengan dakwaan primer jaksa.
Azmun terbukti melakukan perbuatan melawan hukum lantaran menelurkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu - Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) kepada 15 perusahaan, antara lain PT Madukoro dan CV Putri Lindung Bulan. Padahal beberapa diantaranya adalah perusahaan fiktif yang sengaja didirikan Azmun untuk mendapatkan izin tersebut.
IUPHHK-HT diterbitkan Azmun untuk perusahaan-perusahaan yang belum membayar Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH). Tindakan ini yang dinilai Majelis Hakim sebagai perbuatan melawan hukum secara formil. Karena SK Menteri Kehutanan No. 21/KPTS-II/2001 menentukan IUPHHK-HT selayaknya baru dapat diterbitkan setelah perusahaan pemohon izin melunasi IIUPH. Putusan tersebut juga mengungkapkan IUPHHK-HT terbitan Azmun ternyata juga tumpang-tindih dengan wilayah Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT Yos Raya Timber. Meskipun PT Yos Raya Timber kemudian mendapat kompensasi Rp6 miliar.
Tak berhenti sampai di situ, Azmun dinilai memfasilitasi take over IUPHHK-HT perusahan-perusahaan tersebut kepada PT Karya Sejahtera. Sementara PT Madukoro antara lain kecipratan fee 30 persen dari take over proses IUPHHK-HT.
Majelis Hakim menegaskan IUPHHK-HT terbitan Azmun yang menjadi penyebab penebangan hutan Pelalawan. Karena IUPHHK-HT adalah dasar Rencana Kerja Tahunan yang berfungsi untuk pedoman pemanfaatan hasil kayu di wilayah tersebut. Majelis Hakim juga menolak anggapan IUPHHK-HT cacat hukum, karena tidak ada satupun surat IUPHHK-HT yang diterbitkan Azmun yang sampai ditolak Menteri Kehutanan dalam verifikasinya.
Putusan MA ini sekaligus membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 6 Januari 2009. Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tinggi menjatuhkan hukuman lima tahun lebih berat, tepatnya 16 tahun. Bertindak sebagai ketua majelis hakim dalam perkara banding adalah Janto Kartonomuljo, sedangkan hakim anggota terdiri dari Madya Suharja, Suryadjaya, Abdurrahman Hasan dan Amik Trihandriyani.
Menanggapi putusan MA, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Riyono, menyatakan cukup puas dengan putusan hakim karena tak terlalu jauh dengan tuntutan jaksa. Sebelumnya, jaksa KPK menuntut hukuman 12 tahun penjara. "Akan eksekusi setelah petikan putusan kita terima," kata Riyono melalui telepon.
Hanya, kata Riyono, ada putusan Pengadilan Tinggi yang penting jadi hilang. Yakni, perampasan terhadap hasil korupsi yang dinikmati 15 perusahaan penerima IUPHHK-HT. Namun ia mengakui, putusan itu sulit dieksekusi lantaran tak masuk dalam daftar barang bukti.
Hingga berita ini diturunkan, hukumonline belum mendapat konfirmasi dari pengacara Azmun, Hieronimus Dani. Saat dihubungi telepon genggamnya tak aktif.