Ketua Pansus, Dewi Asmara seusai rapat menuturkan pemilihan Arbab sebagai pimpinan Panja karena politisi dari F-PAN tersebut dianggap memiliki kapasitas yang baik dalam memimpin. Selain itu, Dewi beralasan dirinya tak bisa merangkap menjadi ketua Panja. "Tetapi seluruh pimpinan (Pansus, red) otomatis ikut di dalam Panja yang merupakan bagian dari Pansus," katanya.
Sejauh ini, tambahnya, Pansus bersama pemerintah sudah mengalokasikan 219 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari RUU. Dari jumlah tersebut, 53 diantaranya sudah dibahas dan dinyatakan tetap. Sementara 48 butir DIM direncanakan dilakukan perubahan redaksional yang akan dirumuskan di tim perumus. Nah, sisanya yang akan dibahas di Panja.
Dewi mengatakan, tenggat waktu pembahasan yang ditetapkan Pansus kepada Panja adalah hingga 9 September. Ini dilakukan agar ada rentang waktu jika memang diperlukan perbaikan dalam substansi RUU. "Tapi perlu dipercepat sampai tanggal 9 September, sehingga apabila memang nanti dengan pemerintah tidak bisa selesai tentu masih punya spare waktu," ujarnya.
Untuk mewujudkan tenggang waktu itu, Pansus menghasilkan kesepakatan mengenai kuorum rapat Panja. Kuorum hanya dibuat untuk rapat hari pertama. Sedangkan hari selanjutnya tak diperlukan lagi syarat kuorum. "Meskipun yang hadir pada hari berikutnya hanya sedikit anggota, tetaplah kuorum," tegasnya.
Ketua Panja Arbab Paproeka mengatakan, dari beberapa butir DIM yang dianggap substansif diperas menjadi beberapa isu besar. Diantaranya mengenai, judul RUU, pengertian hakim ad hoc dan hakim karir, tempat kedudukan pengadilan Tipikor, komposisi hakim, lamanya waktu berperkara, pembahasan untuk kewenangan menerima, mengadili dan memutus tuntutan ganti rugi yang ditimbulkan akibat tindak pidana korupsi. "Rencananya kita akan bahas satu persatu dari substansi yang tersisa," katanya.
Lantaran permasalahan yang akan dibahas Panja dinilai krusial, Arbab menyatakan rapat Panja nanti akan digelar secara tertutup. Hal ini dikarenakan diperlukannya kehati-hatian pembahasan sehingga tidak melanggar prinsip-prinsip konstitusi. Tujuannya agar di kemudian hari tidak terdapat gugatan terhadap UU ini.
Anggota Pansus Gayus T Lumbuun menambahkan pendapat Arbab seputar tertutupnya rapat Panja. Menurut dia, hal itu diperlukan untuk mencegah terjadinya perubahan isu setiap hari. Karena dengan sifat pembahasan yang terbuka bisa mengundang beragamnya pandangan dari masyarakat sehingga memperlambat pembahasan.
Di satu sisi Gayus sadar bahwa rapat Panja tidak semestinya bersifat tertutup. Artinya masih ada celah untuk dibuat menjadi terbuka. "Menurut UU, alat kelengkapan yang sifatnya tertutup hanyalah angket, untuk Panja tidak," tegasnya.
Pemilihan tempat rapat Panja di Karawaci bukan tanpa alasan. Gayus menuturkan bahwa ruang rapat di DPR penuh dengan agenda rapat Pansus RUU yang lain. Hal ini menurutnya salah satu hal yang bisa memperlambat pembahasan.
Ragukan komitmen Panja
Di tempat terpisah, Koalisi Penyelamat Pemberantasan Korupsi meragukan komitmen sebagian anggota Panja. Hal ini dilihat dari sejumlah pernyataan anggota Panja yang justru mengerdilkan keberadaan Pengadilan Tipikor. Meski demikian, Koalisi masih berharap pada sebagian kecil anggota Panja dalam menuntaskan RUU Pengadilan Tipikor.
Sekjen Transparansi Internasional Indonesia, Teten Masduki berharap agar agenda pembahasan Panja lebih jelas. Jangan terlalu banyak membuat masalah. "Pansus kemarin tak bermutu. Tidak mewakili spirit pemberantasan korupsi. Mudah-mudahan masih ada segelintir anggota Panja yang peduli dengan pemberantasan korupsi di Indonesia."
Khusus mengenai digelarnya rapat Panja secara terbuka, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Ronald Rofiandri, angkat bicara. Ia menyayangkan sikap kontradiktif wakil rakyat dan pemerintah yang duduk di Panja mengenai penyelenggaraan rapat.
"DPR dan pemerintah kan baru saja mengesahkan UU Lembaga Perwakilan (UU MPR, DPR, DPD dan DPRD, red). Dimana spirit dari UU itu adalah mendorong agar pelaksanaan semua rapat di DPR dilaksanakan secara terbuka. Setidaknya, sikap Panja harus mencerminkan hal itu," kata Ronald kepada hukumonline.
Pasal 200 UU Lembaga Perwakilan memang merumuskan bahwa semua rapat di DPR pada prinsipnya bersifat terbuka, kecuali rapat tertentu yang dinyatakan tertutup.
Sementara Pasal 201 UU yang sama menjelaskan Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara persidangan dan rapat diatur dengan peraturan DPR tentang tata tertib. Sayangnya hingga saat ini, UU ini belum diberi nomor dan diundangkan dalam lembaran negara.
Selain itu, lanjut Ronal, alasan penyelenggaran rapat Panja secara tertutup terkesan mengada-ada. Menurut dia proses rapat dalam Panja sebenarnya juga tak lepas dari pertarungan kepentingan politik antara fraksi DPR dan pemerintah. Jadi kalau pun Panja tetap memaksakan diri untuk ‘menutup diri' dari masyarakat, tak menjamin rapat Panja berjalan mulus.