cuplik.com - ANAK korban perceraian sebagian besar sulit menyerap pelajaran di sekolah dan kurang aktif membangun pertemanan. Benarkah?
Informasi tersebut bermuara dari sebuah kajian Cognitive Therapy and Research. "Perceraian atau perpisahan, baik akibat kematian orangtua ataupun hak pengasuhan anak, membuat mereka merasa tidak dapat mengendalikan hidupnya sendiri," kata penulis kajian tersebut, Karen Rudolp, Profesor Psikologi pada University of Illinois, seperti dikutip Health24.
Anak akan malas mengerjakan tugas sekolah dan juga malu untuk mencari teman baru. Mereka juga lebih tertekan daripada anak yang hidup dengan orangtua lengkap. Apalagi jika orangtua menunjukkan rasa saling bermusuhan secara terbuka di depan anak.
"Apa yang kami ketahui bahwa kualitas hubungan ini mempengaruhi prestasi anak dalam jangka panjang. Anak yang merasa tidak ada yang mengawasi pekerjaan sekolahnya, tidak merasa perlu melakukan banyak usaha untuk berbuat baik. Pada akhirnya, mereka pun tidak memiliki kualitas personal yang baik. Dan jika mereka tidak membangun keterampilan yang disukai, potensi mereka akan mandeg," ungkap Rudolph.
Rudolph menegaskan, anak pada usia sekolah cenderung menyalahkan diri mereka saat menemui banyak kesalahan pada berbagai hal di sekitarnya.
Mereka berpikir, "Jika saya bersikap lebih baik, orangtua saya pasti tidak akan bercerai," tukas Rudolph.
Sementara itu, Robert Hughes, psikolog dan profesor pengembangan sumber daya manusia dari The University of Missouri menemukan kajian lain. Menurutnya, anak-anak korban perceraian berada pada risiko lebih tinggi terhadap pemakaian obat-obatan terlarang, aktivitas seksual dini, serta masalah dengan saudara kandung, teman, dan juga orangtua.
Namun, dia menambahkan, tidak berarti anak tersebut mengalami malapetaka. Sebab, beberapa kajian menunjukkan hampir 80 persen anak korban orangtua bercerai tidak menderita gangguan jangka panjang. Jika orangtua mampu memperbaiki dengan cepat pukulan emosional mereka atas perceraian tersebut dan melanjutkan kembali peran mereka sebagai orangtua, anak-anak pasti akan baik-baik saja.
"Dapatkah Anda bangun di pagi hari dan membuatkan sarapan? Dapatkan Anda pergi bekerja? Jika Anda dapat mengejar kembali dengan cepat dan kembali berdiri di atas kaki Anda untuk menjadi orangtua yang baik baginya, mereka pasti akan baik-baik saja," kata Hughes.
Apa yang harus dilakukan
Rudolp mengatakan, anak yang berasal dari keluarga bercerai tetap dapat menurunkan keahlian dan keterampilan orangtua mereka. Dia mendorong para orangtua untuk membimbing anak-anak bagaimana seharusnya memecahkan masalah dengan teman atau saat konflik dengan guru. Hal tersebut akan membantu mereka menghargai ide-ide sendiri dan memulihkan trauma yang menimpa.
"Saya tidak menyarankan tindakan pengekangan orangtua sebagai bagian dari pengasuhan yang baik. Orangtua harus memberi anak-anak kesempatan untuk mengungkapkan opini mereka dan berbagai hal yang berhubungan dengan kehidupan mereka secara langsung," kata Rudolph.
Psikolog Janet Weisberg, direktur pendidikan di Department of Psychiatry Interfaith Medical Center in Brooklyn, New York, menambahkan, orangtua seharusnya tidak mengarahkan anak-anak ke dalam bidak setelah perceraian (seperti pada permainan catur).
"Anak-anak pada kasus orangtua bercerai merasa bahwa jalan apapun yang mereka ambil, pasti salah," tukasnya.