”Pada hari-hari biasa, kami bisa menjual 200 porsi per hari,” terang Supangat (48), si empunya warung ketika ditemui beberapa waktu lalu.
Pada hari Minggu atau hari libur, penjualan pun bisa mencapai 250 hingga 300 porsi per hari. Bahkan, pada musim libur Lebaran, tahu kupat Pak Pangat ini bisa terjual hingga 800 porsi per hari!
Soal bahan-bahan yang digunakan, Supangat mengatakan bahwa hidangan yang dia sajikan tidak berbeda dengan yang disajikan di warung-warung lain. Kendatipun demikian, setiap penjaja tahu kupat pasti memiliki komposisi racikan bumbu masing-masing.
”Khusus di warung saya, keistimewaannya terletak dari banyaknya kacang tanah yang dipakai,” papar Supangat.
Untuk membumbui satu piring tahu kupat, Supangat biasanya menggunakan satu sendok makan kacang tanah. Di warung-warung lain, menurut dia, takaran ini bisa digunakan untuk tiga hingga empat piring tahu kupat.
Namun, tentu saja, racikan bumbu hidangan ini bukanlah semata-mata terdiri dari kacang tanah. Bagi yang belum pernah mencicipi, tahu kupat sebenarnya merupakan hidangan yang memiliki keistimewaan dari paduan bumbu yang diulek langsung di atas piring pelanggan. Kalau di Jakarta, cara menguleknya seperti sajian khas Betawi, ketoprak.
”Dengan diulek di atas piring, maka rasa bahan-bahan yang dipakai akan langsung menempel pada hidangan dan tidak tertinggal di cobek,” tutur Supangat.
Untuk bumbu, bahan utama adalah kacang tanah, kemudian bawang putih, dan cabai. Setelah diulek, bumbu ini ditambahi cairan gula merah yang sudah disiapkan di dalam botol. Kemudian juga ditambahi kecap.
”Agar benar-benar orisinal, kecap ini pun sengaja kami buat sendiri,” ujar Supangat.
Kecap ini sengaja dibikin setiap lima hari sekali. Tidak hanya dari gula merah dan kedelai hitam, adonan kecap ini pun ditambah dengan jeruk pecel. Dalam satu kali produksi, biasanya dibuat sekitar 120 kilogram kecap yang biasanya cukup untuk dipakai memenuhi kebutuhan selama 10 hari.
Setelah adonan bumbu selesai dibuat, baru selanjutnya dimasukkan bahan-bahan pokok, seperti tahu, ketupat, bakwan, dan irisan kubis. Untuk kubis, Supangat pun menerapkan perlakuan khusus. Sayuran itu hanya dicelupkan selama satu menit ke dalam minyak panas beberapa saat sebelum dihidangkan.
”Dengan begitu, kubis pun terbebas dari kuman, tetapi masih tetap segar dan renyah saat dimakan,” jelas Supangat. Tak ketinggalan, di atas tumpukan potongan bahan-bahan itu ditambahkan kerupuk untuk memeriahkan hidangan.
Kendati diolah dari bahan-bahan sederhana, tahu kupat Pak Pangat memang menghadirkan rasa nikmat dan khas. Paduan cita rasa segar, sedikit asam, pedas (sesuai selera) membuat hidangan ini mantap disantap saat siang hari.
Supangat mengaku, resep memadupadankan bahan-bahan ini dia peroleh melalui proses panjang. Kendatipun dia buat sendiri, racikan bumbu itu diakui Supangat berasal dari masukan pelanggan semasa dia masih menjajakan tahu kupat berkeliling.
”Dari masukan para pelanggan inilah saya terus berusaha mengembangkan rasa tahu kupat terus hingga akhirnya ditemukan racikan bumbu seperti yang sekarang ini,” ujar warga asli Kelurahan Jurangombo, Kota Magelang itu.
Usaha berdagang tahu kupat secara berkeliling sudah dia jalani sejak tahun 1985. Setelah berhasil mengumpulkan uang, pada tahun 1997 dia menyewa kios di Jalan P Senopati di Kota Magelang, bersebelahan dengan Rumah Sakit Harapan, dan hanya berjarak sekitar 2 kilometer dari rumahnya.
Awalnya, menurut Supangat, para pelanggan di warung adalah konsumen lama yang sebelumnya biasa menyantap tahu kupatnya yang dijajakan berkeliling. Dari situ, penggemar tahu kupat Pak Pangat terus berkembang.
”Sekarang saya bahkan sudah memiliki pelanggan tetap dari luar kota, seperti Solo, Temanggung, Yogyakarta, dan Semarang,” ujar Supangat. Para pelanggan luar kota ini biasanya datang setiap akhir pekan.
Animo masyarakat pun terus meningkat. Jika sebelumnya hidangan baru habis terjual pada pukul 21.00, selama tiga tahun terakhir serbuan pelanggan membuat warung tahu kupat Pak Pangat sudah tutup pada sore hari.
Kendatipun banyak pesaing, Supangat, pemilik Warung Tahu Kupat Pak Pangat di Magelang, Jawa Tengah, mengaku tidak pernah resah.
Selain tetap menjaga resep andalannya, dia pun terus berusaha mempertahankan minat pelanggan dengan tidak sembarangan menaikkan harga.
”Dengan kenaikan harga bahan-bahan pokok sekarang ini, rasanya tidak pantas kalau saya seenaknya menaikkan harga,” ujar Supangat.
Kendatipun kenaikan harga kedelai memicu kenaikan harga tahu dan kecap juga kenaikan harga BBM menyebabkan biaya dan harga-harga bahan makanan naik, Supangat berusaha untuk tidak sembarangan menaikkan harga tahu kupatnya.
Juga dengan ukuran tahu yang makin diperkecil, dia pun tetap berupaya tidak mengecewakan pelanggan dengan menambah jumlah potongan tahu, sesuai dengan permintaan.
”Saya selalu berusaha membalikkan setiap keadaan ke diri saya sendiri. Kalau ingin diperlakukan baik oleh orang lain, maka saya harus memperlakukan pelanggan dengan baik,” terang Supangat.
Dengan prinsip itu, Supangat pun sama sekali tidak menetapkan takaran yang pas untuk bahan-bahan yang dipakai, kecuali racikan bumbu. Setiap pembeli dipersilakan sesuka hati menetapkan seberapa banyak kubis, kupat, tahu atau bakwan yang akan disantap.
Untuk memberikan layanan terbaik, Supangat pun saat ini sudah berupaya mendirikan warung yang lebih besar, berukuran 9 x 11 meter persegi. Dengan begitu, para pelanggan diharapkan tidak usah makan berdesak- desakan seperti saat menempati warung sekarang.