Sebagian besar orang baru tahu keistimewaan RM Berkah setelah diajak atau diberi tahu teman, kerabat, atau kolega yang pernah lebih dulu ke sana. Menu yang disajikan pun sederhana, yakni sup daging sapi. Namun, percayalah, sup daging yang ini sungguh spesial.
Menurut pemiliknya, Rohis Hadiwijaya (55), sejak dibuka pada pertengahan 1970-an, RM Berkah memang mengkhususkan diri menghidangkan menu sup daging khas Betawi. ”Sup daging ini adalah menu khas Betawi dari dulu. Kami tidak menjual menu lain, paling cuma makanan tambahan, seperti pepes, tahu-tempe goreng, dan perkedel,” ungkap pria Betawi asli ini.
Begitu masuk ke rumah makan ini, kita tak akan melihat daftar menu yang ditempel di dinding. Alih-alih, hanya ada secarik kertas kecil bertuliskan ”Porsi Besar Rp 27.000, Porsi Kecil Rp 22.000”. Itu menyebutkan harga untuk dua ukuran porsi sup daging yang disesuaikan dengan tingkat kelaparan dan kapasitas perut setiap pelanggan.
Pada pandangan pertama, sup yang dihidangkan di mangkuk keramik warna putih itu tidak ada bedanya dengan sup buatan ibu di rumah. Kuahnya berwarna bening agak kecoklatan dengan potongan bawang daun dan daun seledri. Kuah yang masih mengepulkan uap putih tipis ini menjanjikan kesegaran.
Yang terlihat berbeda adalah bungkahan-bungkahan daging sapi yang dipotong dengan ukuran relatif besar (berbeda dengan daging sapi dalam soto betawi yang diiris kecil-kecil). Hal ini menambah sensasi makan karena kita harus memotong-motongnya dengan sendok dan garpu atau mencabiknya dengan gigi dulu sebelum kita kunyah.
Daging-daging itu berwarna merah tua, sekilas seperti daging yang masih segar. Namun, saat diiris dengan sendok terasa sangat empuk. ”Kami sengaja menyajikan daging sapi tanpa lemak dan tulang. Tetapi, kalau ada pengunjung yang ingin lemak yang gurih, kami bisa sediakan juga, asal bilang dulu saat memesan,” papar Rohis, yang mengelola RM Berkah bersama istrinya, Ruyati (50).
Saat kuahnya diseruput dan potongan daging digigit, dikunyah, dan menyentuh lidah, semuanya terasa pas. Segar dan gurihnya tidak kurang dan tidak lebih. Meski untuk menambah variasi rasa, rumah makan itu menyediakan set penambah rasa standar di meja makan, seperti kecap manis, irisan jeruk nipis, dan sambal cabe merah.
Menyantap nasi putih dan sup daging saja lama-lama lidah akan mulai bosan dan kesepian. Itu sebabnya direkomendasikan mengambil lauk pendamping sesuai selera. Berdasar pengalaman saya, lauk paling istimewa adalah tempe goreng yang masih hangat. Rasanya yang gurih dan crispy melengkapi kuah sup yang segar dan daging yang empuk. Pesanlah minuman es jeruk atau es teh manis untuk membuat acara makan menjadi sempurna.
Untuk seporsi sup, sepiring nasi putih, segelas minuman dingin, dan beberapa potong lauk, seorang pelanggan RM Berkah rata-rata menghabiskan uang Rp 30.000-Rp 40.000. Jumlah yang cukup tinggi untuk ukuran makan rutin setiap hari. Namun, pengunjung rumah makan tersebut selalu penuh, terutama pada jam-jam makan siang. ”Kalau pas jam makan siang, sampai ada yang rela antre di luar,” kata Rohis.
Rumah Makan Berkah sebenarnya adalah usaha turun-temurun dari mertua Rohis Hadiwijaya. Bahkan, sejak awal, yang menjalankan usaha ini adalah istri Rohis, Ruyati. ”Saya baru ikut aktif ngurus rumah makan setelah pensiun,” ujar Rohis, yang pensiunan perusahaan telekomunikasi swasta ini.
Selain mewariskan bisnisnya, orangtua Ruyati juga memberikan resep spesial yang membuat sup daging buatannya digemari banyak orang. Apa saja resep istimewa itu? ”Wah, itu sih rahasia perusahaan!” imbuh Rohis sambil tertawa.
Meski begitu, pria ramah ini membocorkan sedikit resep rahasia itu, yakni penambahan irisan-irisan jahe pada kuah sup. ”Saya tidak tahu apakah orang lain juga menambahkan jahe pada kuah supnya, tetapi jahe itu membuat kuah terasa hangat di badan, meski supnya sudah dingin,” paparnya saat ditemui hari Jumat (25/7).
Salah satu resep yang masih dirahasiakan adalah bagaimana membuat daging sapi tetap terlihat berwarna merah jambu dan merah tua yang segar meski sudah dimasak berjam-jam. ”Yang jelas, seluruh bumbu kami berasal dari bumbu alami. Tidak pakai vetsin atau penyedap rasa buatan lainnya,” tandas Rohis.
Untuk menjaga kuah sup tetap segar saat dihidangkan ke pelanggan, Rohis dan Ruyati selalu menyuruh petugas dapur untuk rutin mengambil lapisan lemak yang terbentuk di permukaan kuah di panci. ”Jadi kuahnya tidak terasa lengket di mulut,” ujarnya.
Setiap hari, RM Berkah rata-rata menghabiskan 100-120 kilogram daging sapi segar, yang dipesan khusus dari penjual daging langganan di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Daging tersebut mulai dimasak saat rumah makan tutup pukul 20.00 untuk disajikan esok harinya.
Saat sup sudah matang sekitar pukul 21.00, masakan tersebut tetap dibiarkan di atas kompor yang menyala dengan api kecil hingga subuh. ”Untuk membuat dagingnya empuk tetapi tidak hancur, sup harus dipanaskan terus-menerus selama 4-5 jam. Itu sebabnya kami harus memakai kompor minyak. Pakai kompor gas apinya terlalu besar,” ungkap Rohis.
Penggunaan kompor minyak itu yang membuat usaha Rohis sempat terpukul dengan program konversi minyak tanah ke elpiji oleh pemerintah. RM Berkah membutuhkan rata-rata 60 liter minyak tanah tiap hari dan buka nonstop sepanjang tahun (hanya libur 40 hari saat bulan Ramadhan dan masa Lebaran).
”Ganti pakai kayu bakar tidak mungkin karena tempatnya tidak ada. Mungkin nanti akan ganti pakai batu bara, tetapi belum tahu caranya,” ujarnya. (DHF)
Untuk mengakomodasi pengunjung yang membeludak itu, Rohis berulang kali harus menata ulang rumahnya buat dijadikan ruang makan pengunjung. Sampai saat ini, sudah dua kamar tidur yang dibongkar di rumah ukuran 200 meter persegi itu untuk menampung 100 tempat duduk bagi para tamu. ”Dulu saya sekeluarga tinggal di sini, tetapi lama-lama tempatnya tak cukup, jadi kami hijrah ke rumah baru di Ciganjur. Di sini khusus untuk rumah makan,” papar Rohis, yang meneruskan usaha warung sup daging ini dari mertuanya.